Direktur Jenderal Pendidikan Dasar dan Menengah (Dikdasmen) Hamid Muhammad mengatakan, tujuan penerapan HOTS untuk mengukur kemampuan berpikir tingkat tinggi para siswa. Kemendikbud mengklaim telah melatih para guru sejak dua tahun lalu sebagai persiapan penerapan HOTS.
"Guru-guru sudah kita latih sejak dua tahun lalu. Bahkan untuk guru-guru SMA, itu yang pertama kali dilatih sejak 2016," kata Hamid di kantor Kemendikbud, Jalan Jenderal Sudirman, Senayan, Jakarta Pusat, Senin, 23 April 2018.
Kemendikbud mengakui, tidak semua guru mendapat jatah pelatihan sehingga HOTS masih dianggap asing. Namun, kata dia, HOTS harus segera diterapkan agar peringkat kualitas pendidikan Indonesia pada Programme for International Students Assessment (PISA) dan Trends International Mathematics and Science Study (TIMSS) setara dengan kualitas pendidikan di negara-negara maju.
"Memang butuh waktu, tapi kita kan tidak mungkin memperkenalkan soal itu nanti setelah gurunya ditatar semua, jadi harus paralel," jelas dia.
Pelatihan guru untuk penerapan HOTS dilakukan dengan sistem descending, dari lingkup besar ke lingkup yang lebih kecil. Hamid menuturkan, pelatihan pertama kali ditujukan kepada instruktur di tingkat nasional dan menjalar ke provinsi.
"Setelah itu pelatihan untuk guru-gurunya. Sekarang kita sudah bukan sosialisasi lagi, tapi sudah pelatihan guru. Jadi ini terus kita lakukan," ujar Hamid.
Sebelumnya, Wakil Sekjen Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) Satriwan Salim mengkritisi pelaksanaan UNBK SMA 2018 yang menyisipkan soal HOTS. Satriwan menganggap HOTS tidak tepat bila disisipkan pada soal-soal UN mengingat kondisi siswa masih berada pada tingkat C1 hingga C3 (mengingat, memahami, dan menerapkan) atau masih dalam tingkatan keterampilan berpikir rendah.
Bila siswa diminta berpikir pada level HOTS, dia juga meminta guru untuk menampilkan proses pembelajaran HOTS di dalam kelas. "Percuma saja soal-soal ujiannya di level tinggi, tetapi proses pembelajaran siswa tidak pernah menyentuh kemampuan berpikir kritis, evaluatif, dan kreatif."
Faktanya, para guru dan siswa hanya fokus mengulas soal UN tahun-tahun sebelumnya saat menjelang UN. Siswa dilatih mampu menjawab soal-soal secara cepat dan tepat.
"Jadi di lapangan, pembelajaran tidak diarahkan kepada proses menumbuhkan kesadaran dan keterampilan berpikir kritis. Inilah salah satu cacat dari pelaksanaan UN sedari dulu," tuturnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News