Indikator pertama, guru dituntut harus bisa memberikan sesuatu yang lebih bagi peserta didik. Sebab peserta didik generasi Z terbiasa hidup dengan perkembangan teknologi sebagai sumber keilmuan.
Teknologi menjadi ruang tanpa batas bagi mereka dalam menggali ilmu dan wawasan. "Kalau kita sekarang hidup dalam dunia teknologi, tentu peserta didik punya wawasan yang luas. Kalau seorang pendidik tidak bisa memberikan sesuatu yang lebih bagi peserta didik, berarti proses belajar mengajar tidak berhasil," katanya, dalam siaran pers, Rabu, 8 Januari 2020.
Indikator kedua, guru harus mampu menjadi motivator bagi murid. Sebab mereka memiliki ilmu yang luas di bidang teknologi informasi, namun lemah dalam pengalaman. Guru harus bisa memberikan semangat kepada murid untuk terus memperkaya pengalaman hidup mereka.
"Pengalaman orang tua sebagai guru bisa dikompilasi menjadi penyemangat bagi peserta didik, agar lebih sukses dari guru-guru," ujarnya.
Indikator ketiga, guru menjadi uswah (teladan) bagi peserta didik. Guru dituntut bisa menjadi figur yang lebih dari murid.
Di sini nantinya akan ada momentum yang tak akan terlupakan hingga lahirnya sosok guru teladan. "Tiga hal ini bisa dilakukan oleh guru atau pendidik di madrasah dan dengan sepenuh hati," jelasnya.
Seorang pendidik, menurutnya harus tetap semangat, penuh dedikasi, apa yang dilakukan sebagai pendidik senantiasa bernilai ibadah. Karena beribadah, maka pendidik akan bekerja dengan sepenuh hati.
"Pendidikan sejatinya menjadi wasilah (perantara) yang menghantarkan para peserta didik menjadi manusia yang berkualitas dan bermartabat kemanusiaan," pungkasnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News