Ilustrasi PTM di Kota Malang. Branda Antara
Ilustrasi PTM di Kota Malang. Branda Antara

Kurikulum Merdeka Dinilai Tidak Mendukung Pemulihan Pembelajaran

Faustinus Nua • 28 Maret 2022 16:54
Jakarta: Guru Besar UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, Azyumardi Azra, menilai Kurikulum Merdeka tidak mendukung upaya pemulihan pembelajaran yang terdampak pandemi covid-19. Pemerintah mestinya fokus pada akselerasi pendidikan dengan meningkatkan dukungan fasilitas untuk mengatasi learning loss yang cukup parah.
 
"Kurikulum Merdeka ini tidak bisa mengakserasi learning loss, karena kurikulum yang dipakai itu tetap berdasarkan materi yang berat, mapelnya banyak sekali," ujar Azyumardi dalam RDP bersama Panja Komisi X DPR RI, Senin, 28 Maret 2022.
 
Dia menuturkan kualitas pendidikan Indonesia sudah tertinggal lantaran kurang dukungan fasilitas. Pandemi covid-19 membuat masalah pendidikan kian berat sebab pembelajaran jarak jauh (PJJ) tidak efektif.

Azyumardi menilai hadirnya Kurikulum Merdeka justru memberi masalah baru. Sebab, kurikulum baru membutuhkan penyesuaian yang cukup lama. Sementara itu, situasi saat ini dinilai sangat tidak tepat untuk memberikan ruang yang cukup bagi penyesuaian kurikulum.
 
"Ini perlu penyesuaian yang kalau tidak diatasi justru memperlambat pemulihan pendidikan. Misalnya adanya disrupsi kontinuitas substantif. Jadi, secara substantif mapel itu bisa terjadi disrupsi gangguan diskontunuitas. Kemudian ada perubahan tekanan, emapsis tekanan berubah penerapan yang membutuhkan penyesuaian," papar dia.
 
Azyumardi mempertanyakan apakah perubahan-perubahan itu diperhitungkan. Dia menyebut Kurikulum Merdeka juga mengakibatkan penyesuaian atau perubahan institusional.
 
Dia mengatakan bisa terjadi penambahan atau pengahapusan jurusan atau prodi. Misalnya, penghapusan jurusan IPA, IPS di SMA akan berdampak pada jurusan di perguruan tinggi.
 
"Nah ini kembali lagi apa yang beredar di masyarakat kita ganti menteri ganti kurikulum. Mungkin sekarang ada empat kurikulum yang sedang dijalankan, kurikulum KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan) itu mungkin masih ada, sebagian K13 (Kurikulum 2013). Kemudian sekarang ada Kurikulum Darurat dan Kurikulum Merdeka," tutur dia.
 
Azyumardi menekankan pentingnya sinkronisasi kurikulum. Dia menyebut mestinya kurikulum yang sudah ada disempurnakan bukan memperkenalkan kurikulum baru yang mengandung berbagai implikasi dan dampak.
 
"Sayangnya di dalam penerapan kurikulum baru ini tidak ada asesmen evaluasi tentang kekuatan dan kelemahan kurikulum yang sebelumnya itu. Tidak ada, saya belum menemukan, belum ada saya temukan literatur yang akurat mengenai ini," kata dia.
 
Guru Besar Universitas Langlangbuana, Mulyasa, menyampaikan perubahan merupakan keniscayaan. Termasuk, dalam pendidikan.
 
Dia memahami kurikulum mesti selalu berubah disesuaikan dengan keadaan dan kebutuhan. Namun, setiap perubahan kurikulum harus melibatkan berbagai ahli dalam berbagai bidang.
 
"Minimal ada ahli kurikulum, ada ahli teknologi pendidikan, kemudian ada ahli bahasa, ahli bidang studi, dan lainnya agar kurikulum menjadi produk yang profesional," tutur dia.
 
Mulyasa menyebut setiap perubahan kurikulum juga harus ada pembagian tugas jelas secara proporsional dan profesional. "Artinya jangan sampai satu orang mengerjakan banyak hal sehingga tidak menunjukkan hasil yang tidak bisa dipertanggungjawabkan," ujar dia.
 
Anggota Komisi X DPR RI Dewi Coryati mengampresiasi masukan terkait Kurikulum Merdeka. Dia memastikan hal-hal yang disampaikan bakal menjadi catatan.
 
"Ini akan menjadi catatan bagi kita semua untuk mengkritisi demi pendidikan yang lebih baik lagi di masa yang akan datang sehingga bonus demografi di 2045 benar-benar menjadi bonus bukan disaster demografi," tutur dia.
 
Baca: PGRI: Fokus Dunia Pendidikan Saat Ini Bukan Kurikulum dan RUU Sisdiknas, Tapi Internet
 
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan