Fleksibilitas yang ditawarkan Kemendikbudristek itu sendiri artinya sekolah boleh menerapkan atau tidak menerapkan kurikulum prototype 2022. Menurut pengamat pendidikan, Doni Koesoema fleksibilitas yang ditawarkan itu justru akan merepotkan sekolah.
"Utamanya merepotkan sekolah swasta. Pemerintah hanya menawarkan tanpa melihat kesiapan sekolah terutama sekolah swasta," kata Doni dalam Rapat Dengar Pendapat dengan Komisi X DPR RI, dikutip Kamis 20 Januari 2022.
Bagaimana tanggapan anda mengenai artikel ini?
Padahal menurut dia, pemerintah harus mampu mengeksekusi kebijakan secara adil dan merata. Bukan malah membuat kesenjangan antara sekolah yang mampu dan tidak mampu menerapkan kurikulum prototype 2022 semakin melebar.
Terlebih, sekolah yang pada akhirnya tak memilih kurikulum prototype berpotensi akan ditelantarkan. Hal ini dinilai tidak mencerminkan eksekusi kebijakan yang baik.
"Jadinya kan sekolah yang didampingi ini cuma yang bagus. Yang tidak bisa ya ditinggalkan, dibiarkan. Kamu enggak siap? (dengan kurikulum prototype 2022) silakan sendiri," ungkapnya.
Baca juga: Kesenjangan Pendidikan Dapat Menjadi 'Bom Waktu' Bagi Generasi Mendatang
Pilah pilih itu semakin kental ketika mengingat saat ini hanya sekolah penggerak yang menjalankan kurikulum prototype 2022. Sekolah penggerak diberikan pelatihan selama sembilan bulan, didampingi selama tiga tahun berikutnya dan disediakan tenaga ahli.
"Harusnya kan Kementerian memberikan pendekatan yang sama (ke semua sekolah. Tentu biayanya mahal. Tapi bagaimana mungkin pemerintah membiarkan sekolah berjuang sendiri meningkatkan kualitas pendidikan tanpa dukungan," tutupnya.