"Dalam mengembangkan SDM di sekolah, dari tidak ingin menjadi eksklusif menjadi eksklusif kembali, karena sulit disentuh Organisasi Penggerak," ungkap Dudung dalam siaran YouTube dalam Vox Populi Institut Indonesia, Senin 25 Oktober 2021.
Ia mengatakan, banyak sekolah tidak mau jujur terkait kekurangan di satuan pendidikannya. Berdasarkan penelusuran, kata dia, sekolah malah meminta kekurangan yang ada tidak dipublikasikan.
"Karena ketika Sekolah Penggerak dan Guru Penggerak ketika saya tanya sama mereka, mereka bilang jangan disampaikan kendala-kendala kepada orang lain, cukup saja Sekolah Penggerak dan ahli Kemendikbud terkait Sekolah Penggerak," tutur dia.
Baca: Merdeka Belajar Disebut Permudah Akselerasi Digitalisasi Pendidikan
Menurut Dudung hal tersebut malah akan menjadi hambatan perbaikan. Terlebih jika mengingat masa pelatihan dari ormas kepada sekolah memakan waktu sembilan bulan, yang tentu akan menyita waktu dan pikiran, serta mengabaikan tugas-tugas pokok sebagai guru.
"Itu menyita waktu dan pikiran sehingga tugas-tugas pokok terabaikan, itu (makan waktu) untuk dikategorikan lulus Sekolah Penggerak, Kepala Sekolah Penggerak atau Guru Penggerak," jelasnya.
Dia pun meminta ormas, sekolah dan Kemendikbudristek melakukan evaluasi kebijakan untuk membangun sistem yang kuat. "Setelah itu bangun kultur yang bagus dari program yang dilakukan. Ini biasanya diimplementasi lemah," ungkap Dudung.
POP merupakan salah satu program Merdeka Belajar yang dicetuskan Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek). Ini merupakan program yang menggandeng organisasi pendidikan untuk melakukan pelatihan kepada guru dan kepala sekolah untuk meningkatkan hasil belajar siswa.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News