Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) mengatakan sejumlah guru honorer yang sudah lolos seleksi PPPK (Pegawai Pemerintah dengan Perjanjian Kerja) namun tak kunjung diangkat sudah menunggu sentuhan Iwan Syahril. Belum lagi rasio ketimpangan guru di daerah dan perkotaan, serta sinergisitas dengan LPTK (Lembaga Pendidikan Tenaga Kependidikan) dalam menyiapkan calon guru profesional.
Federasi Serikat Guru Indonesia (FSGI) memberi catatan seputar masalah guru yang kian menumpuk dan membutuhkan penyelesaian dari dirjen GTK baru. Sehingga dibutuhkan kecermatan bagi pejabat baru yang menangani persoalan dalam membuat regulasi terkait guru agar tidak bias
.
"Sehingga membutuhkan penyesuaian-penyesuaian dan kearifan yang besar dalam mengelola kurang lebih 3,2 juta guru dengan berbagai keunikannya," kata Wakil Sekjen FSGI, Satriwan Salim dalam keterangannya, Jumat, 8 Mei 2020.
Baca juga: Nadiem Lantik Staf Khususnya Jadi Dirjen Guru
Satriwan juga berharap Kemendikbud melalui dirjen GTK-nya dapat meningkatkan sinergi dengan seluruh elemen guru yang direpresentasikan oleh berbagai organisasi profesi guru. Seperti PGRI, FSGI, IGI, PERGUNU, FGII, Forum Guru Muhammadiyah, atau yang tergabung dalam MGMP, KKG.
Sinergisitas, menurut Satriwan, akan menentukan efektivitas pelaksanaan regulasi. Bahkan membantu untuk pencapaian terlaksananya kebijakan dengan baik dan utuh. "Tak bisa sekadar formalitas dan seremonial. Atau justru bersinergi hanya dengan komunitas guru tertentu. Tentu ini sangat tak diharapkan," terangnya.
Satriwan juga menyinggung persoalan laten dalam birokrasi yang bertahun-tahun tak kunjung selesai. Yakni persoalan koordinasi antara Kemendikbud dengan Dinas Pendidikan Daerah.
Menurut Satriwan, banyak regulasi pusat yang pesannya tidak sampai ke daerah, hanya karena persoalan koordinasi dan komunikasi. Terdekat, seperti konsep Merdeka Belajar yang justru dipahami secara tak merdeka oleh guru.
"Jangan saling mengandalkan. Apalagi menyerahkan begitu saja semua persoalan guru ke daerah dengan argumen 'Ini urusan daerah, guru itu milik daerah, atau berlindung di balik Merdeka Belajar, daerah dan sekolah sudah diberi otonomi dan sebagainya'," tegas Satriwan.
Adanya distorsi informasi antara Kemendikbud ke daerah (guru) ini membuktikkan kegagalan koordinasi dan komunikasi dari pusat. FSGI juga berharap di bawah Iwan Syahril, komitmen peningkatan kompetensi guru lebih diutamakan.
Baca juga: Nadiem Lantik Pejabat Kemendikbud Hingga Lembaga Sensor Film
Mengingat profil guru-guru Indonesia yang sangat beragam secara demografis dan geografis. Direktorat GTK mestinya responsif menjawab persoalan guru, misal saja di tengah darurat covid-19 sekarang. "Di satu sisi guru kerap dituding belum kompeten mengelola Pembelajaran Jarak Jauh, tapi kewajiban Kemendikbud memberikan pendampingan atau pelatihan dirasa sangat minimalis bahkan tidak ada," tandasnya.
Harusnya GTK langsung mengintervensi, bukan lagi hanya sekadar mengeluarkan Surat Edaran yang implementasinya ternyata belum maksimal bahkan terdistorsi. "Para guru itu punya semangat tinggi mengajar dan belajar walau di tengah keterbatasan akses, keuangan, dan kemampuan.
Terakhir, persoalan para guru honorer yang lolos seleksi PPPK 2018-2019 tapi belum kunjung diangkat, bahkan masih terkatung-katung nasibnya. Satriwan berharap ada upaya dari Dirjen GTK dalam mengoordinasikan persoalan ini dengan BKN dan Kemenpan RB.
"Bagaimanapun juga mereka adalah guru yang punya 'orang tua' yakni Dirjen GTK. Bagaimana nasib 34.954 guru honorer (data BKN 2019) yang lolos PPPK tersebut, mau diapakan mereka? Para guru honorer yang sudah belasan tahun mengabdi, sekarang menunggu tindakan nyata Dirjen GTK. Selamat bekerja Dirjen GTK," ucap Satriwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News