Dosen Hukum Pidana dan Hukum Perempuan dan Anak Fakultas Hukum Universitas Pamulang, Halimah Humayrah Tuanaya, mengingatkan penyidik agar dalam penangan kasus tersebut harus menggunakan perspektif anak. Jadi, baik anak korban maupun anak pelaku harus sama-sama menjadi perhatian.
"Sebab, perundungan tesebut memberikan dampak yang mengancam semua pihak yang terlibat, tidak hanya bagi anak yang menjadi korban, tetapi juga bagi pelaku," kata Halimah dalam keterangan tertulis, Rabu, 21 Februari 2024.
Bahkan, kata dia, anak-anak yang menyaksikan perundungan juga terkena dampaknya. Lebih luas lagi, bahkan berdampak pada seluruh warga sekolah.
Halimah mengingatkan penyidik harus memperhatikan betul Undang-Undang Sistem Peradilan Pidana Anak (SPPA). Jadi, polisi harus mengedepankan diversi.
"Diversi merupakan pengalihan penyelesaian perkara pidana anak dari proses peradilan pidana ke proses di luar peradilan pidana yang bertujuan mencapai perdamaian antara korban dan anak," kata Halimah.
Dia mengatakan penyelesaian pidana anak melalui diversi dilakukan dengan pendekatan restoratif. Sehingga, diperlukan musyawarah dan melibatkan semua pihak orang tua/wali, korban dan/atau orang tua/walinya, pekerja sosial, dan tokoh masyarakat.
Selain itu, sekolah perlu membangun sistem pencegahan dan penanganan tindak kekerasan di satuan pendidikan. Hal itu berdasarkan pada Peraturan Menteri Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2023 Tentang Pencegahan dan Penanganan Kekerasan di Lingkungan Satuan Pendidikan.
"Walupun lokasi kejadian di luar sekolah, namun pelakunya berasal dari sekolah yang sama. Terhubung karena pertemanan di sekolah. Ada bentuk relasi yang perlu dievaluasi oleh sekolah, baik antara siswa satu angkatan maupun antara kakak kelas dengan adik kelasnya. Ada relasi kuasa yang perlu dimonitoring dan dievaluasi sekolah," ujar Halimah.
Baca juga: Kenali Bullying di Sekitarmu, Melabrak hingga Senioritas Masuk Perundungan Lho! |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News