“Di sini tidak ketat-ketat amat. Opsional, walaupun akses internet melimpah sangat murah Rp300 ribu sebulan sudah unlimited. Tapi mereka memberikan arahan itu sifatnya opsional sehingga tidak semua sekolah melaksanakan online learning,” kata Fathan dalam Diskusi Online JPPI ‘Kebijakan Pelayanan Pendidikan Dalam Situasi Darurat Covid-19’, Selasa, 28 April 2020.
Baca juga: Guru Diminta Mengutamakan Kualitas Belajar Selama PJJ
Ia pun menuturkan, bagaimana pembelajaran anaknya yang masih Taman Kanak-kanak. Sekolah hanya mengirim rencana pembelajaran selama satu pekan untuk orang tua, agar melakukan pembelajaran mandiri bagi anaknya. Sedangkan untuk belajar daring hanya seminggu sekali, untuk membuat proyek yang kemudian diunggah dan untuk dinilai guru.
“Anak saya TK seminggu sekali cuma satu jam, guru cuma kasih instruksi cari bahan bekas, buat apa gitu, lalu upload. Teman saya ada anak mereka tidak ada tatap muka, online, kelas 7 kelas online, fleksibel,” ujarnya.
Hal ini, ujar Fathan juga ia rasakan selama studi, dosen-dosennya memberi keringanan dalam tugas yang harus dikerjakan. Ini menurutnya bukan tanpa sebab, menteri pendidikan di Kanada memang sudah menginstruksikan agar tidak membebani orang tua dan siswa.
“Instruksinya dari atas, Ministry of Education, kalau bisa prinsipnya jangan membebankan siswa dan orang tua siswa. Mereka sudah stres, jangan ditambah beban,” ungkapnya.
Lebih lanjut ia menuturkan, selama pembelajaran dari rumah ini, jagat media sosial di Kanada ramai dengan meme tentang bagaimana sulitnya menjadi guru. “Meme para guru layak mendapatkan gaji lebih banyak. Karena mereka menyadari susah jadi guru, karena mereka buat list belajar faktanya my child refuse, menolak terus, jadi pusing,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News