Ilustrasi/Medcom.id
Ilustrasi/Medcom.id

Muhammadiyah Minta Permendikbudristek Penanganan Kekerasan Seksual Direvisi

Ilham Pratama Putra • 09 November 2021 11:30
Jakarta: Ketua Majelis Pendidikan Tinggi Penelitian dan Pengembangan Pimpinan Pusat Muhammadiyah, Lincolin Arsyad menyebut Peraturan Menteri Pendidikan Kebudayaan Riset dan Teknologi (Permendikbudristek) nomor 20 tahun 2021 tentang penanganan kekerasan seksual memiliki banyak masalah. Mulai dari cacat formil hingga materil.
 
Permendikbudristek itu dinilai tidak memenuhi asas keterbukaan dalam perancangannya. Hingga memuat pasal yang seolah melegalkan adanya seks bebas dengan asas suka sama suka dan persetujuan antara korban dengan pelaku.
 
Untuk itu pihaknya mengajukan tiga rekomendasi atas beberapa masalah dalam Permendikbudristek tersebut. Salah satunya mencabut Permendikbudristek tersebut.

"Sebaiknya mencabut atau melakukan perubahan terhadap Permendikbudristek nomor 30 Tahun  2021," ujar Lincolin dalam keterangannya, Selasa, 9 November 2021.
 
Pencabutan atau perubahan itu agar ke depan perumusan peraturan sesuai dengan ketentuan formil pembentukan peraturan perundang-undangan. Rekomendasi kedua, dia mengingatkan Kemendikbudristek agar mampu merumuskan kebijakan yang berdasarkan pada nilai-nilai agama, Pancasila, dan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia  Tahun 1945.
 
"Agar secara materil tidak terdapat norma yang bertentangan dengan agama, nilai-nilai yang terkandung  dalam Pancasila dan Undang-Undang Dasar Negara Republik  Indonesia Tahun 1945," sebutnya.
 
Rekomendasi ketiga, pihaknya ingin Kemendikbudristek lebih akomodatif dalam menyusun kebijakan. Kebijakan yang disusun mesti mengampu seluruh unsur penyelenggara pendidikan tinggi.
 
"Serta memperhatikan tertib asas, dan materi muatan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan," kata dia.
 
Baca juga:  Kowani: Pelecehan Seksual Coreng Dunia Pendidikan
 
Hal ini dimaksudkan agar pembentukan Peraturan Menteri memenuhi asas keterbukaan dan materi muatan, sebagaimana ketentuan dalam pembentukan peraturan perundang-undangan. Dengan lebih akomodatif maka substansi Peraturan Menteri mendapatkan perspektif dari berbagai  masyarakat yang bersifat aspiratif, responsif, representatif, tidak resisten, serta tidak menemui kendala atau hambatan apabila diimplementasikan.
 
"Standar pembentukan Peraturan Menteri sebaiknya ada tahapan public hearing, focus group discussion, dialog, dengar pendapat, jajak pendapat atau survei, atau mekanisme lain yang pada prinsipnya bisa melibatkan dan mengakomodasi publik dan para pemangku kepentingan terkait," tutupnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan