"Kita sepakat menolak dan mengusahakan alternatif lain seperti judicial review dan mendesak Presiden untuk mengeluarkan Pembentukan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu)," kata Koordinator Pusat Aliansi BEM SI Remy Hastian dalam keterangan tertulis kepada wartawan, Kamis 8 Oktober 2020.
Dia menilai UU Ciptaker bermasalah dari sisi substansi aturan. Bagi Remy, UU Ciptaker perlu ditinjau ulang demi kelangsungan bangsa di masa mendatang.
"Jangan sampai masa depan negeri ini hanya dimiliki oleh semua kepentingan oligarki semata. Kita tetap mempertahankan segala kepentingan rakyat Indonesia," ungkapnya.
Sebelumnya, Pakar hukum Universitas Gadjah Mada (UGM) Zainal Arifin Mochtar mengatakan judicial review atau uji materi jadi cara tepat bagi pihak yang menolak UU Ciptaker. Gugatan ke Mahkamah Konstitusi (MK) bisa jadi ajang pengujian regulasi yang baru disahkan DPR itu.
"Saya membayangkan judicial review jadi jalan pas. Karena judicial review menjadi ajang pengujian," kata Zainal dalam konferensi pers daring, Rabu, 7 Okotber 2020.
Baca: Pakar UGM: Judicial Review Cara Tepat Menguji UU Ciptaker
Menurut Zainal, UU Cipta Kerja memang memiliki banyak masalah sejak proses pembahasannya. Aturan-aturan yang diatur dalam UU tersebut dianggap bertentangan dengan peraturan perundang-undangan lain.
"Sehingga, judicial review dapat menjadi metode paling tepat untuk mengoreksi UU Cipta Kerja," tambah dia.
Meski begitu, cara lain tetap perlu dilakukan untuk menggugat UU Cipta Kerja ini, yakni lewat tekanan publik. Namun, harus tetap sesuai konstitusi dan menyesuaikan masa pandemi virus korona (covid-19).
"Harus dilakukan tindakan lain, tekanan publik. Apa pun pilihan tekanan publik, sepanjang tidak melanggar hukum dan protokol kesehatan," ucap Zainal.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News