A.A. Navis. DOK Badan Bahasa
A.A. Navis. DOK Badan Bahasa

Menulis Antarkan Hari Lahir A.A. Navis Jadi Peringatan Internasional di UNESCO

Renatha Swasty • 04 Desember 2023 12:27
Jakarta: Ali Akbar Navis atau biasa dikenal A.A. Navis merupakan budayawan dan penulis terkemuka di Indonesia. Kalau kebanyakan putra Minangkabau senang merantau, tapi tidak dengan A.A Navis yang lebih senang berada di tempat lahirnya Sumatra Barat.
 
Meski begitu, namanya melanglang buana. Bahkan, UNESCO baru-baru ini menetapkan hari lahirnya sebagai perayaan internasional dalam Sidang Umum ke-42 UNESCO.
 
A.A. Navis lahir di Padangpanjang, Sumatra Barat pada 17 November 1924.  Dia merupakan anak sulung dari 15 bersaudara.  

Dikutip dari laman Badan Bahasa, kesenangan A.A. Navis terhadap sastra dimulai dari rumah. Saat itu, orang tuanya berlangganan majalah Panji Islam dan Pedoman Masyarakat. Kedua majalah itu memuat cerita pendek dan cerita bersambung di setiap edisinya.
 
Navis selalu membaca cerita itu dan lama-kelamaan mulai menggemarinya. Ayahnya, St. Marajo Sawiyah, mengetahui dan mau mengerti kegemaran Navis. Ayahnya lalu memberikan uang agar Navis dapat membeli buku bacaan kegemarannya. Ini menjadi modal awal Navis menekuni dunia karang-mengarang di kemudian hari.
 
Navis memulai pendidikan formalnya dengan memasuki sekolah Indonesisch Nederiandsch School (INS) di daerah Kayutaman selama 11 tahun. Kebetulan, jarak antara rumah dan sekolah Navis cukup jauh.
 
Perjalanan panjang yang ditempuhnya setiap hari dimanfaatkannya untuk membaca buku sastra yang dibelinya. Selama sekolah di INS, selain mendapat pelajaran utama, Navis juga mendapat pelajaran kesenian dan berbagai keterampilan.
 
Pendidikan Navis hanya sampai di INS. Selanjutnya, ia belajar secara otodidak. Namun, kegemarannya membaca buku memungkinkan intelektualnya berkembang.
 
Dari berbagai bacaan yang diperolehnya, Navis kemudian mulai menulis kritik dan esai. Ia berusaha menyoroti kelemahan cerpen Indonesia dan mencari kekuatan cerpen asing. Ketika menulis cerpen sendiri, kelemahan cerpen Indonesia diperbaikinya dengan memadukan dengan kekuatan cerpen asing.
 
Navis memulai karier sebagai penulis ketika usianya sekitar 30-an. Sebenamya, ia sudah mulai aktif menulis sejak 1950. Namun, kepenulisannya baru diakui sekitar 1955 sejak cerpennya banyak muncul di beberapa majalah, seperti Kisah, Mimbar Indonesia, Budaya, dan Roman.
 
Selain cerpen, Navis juga menulis naskah sandiwara untuk beberapa stasiun RRI, seperti Stasiun RRI Bukittinggi, Padang, Palembang, dan Makassar. Dia juga menulis novel. Tema yang muncul biasanya kedaerahan dan keagamaan sekitar masyarakat Minangkabau.
 
Navis menyadari hidup dari sekadar mengharapkan upah menulis suatu hal yang mustahil. Oleh karena itu, Navis juga bekerja sebagai pemimpin redaksi di harian Semangat (harian angkatan bersenjata edisi Padang), Dewan Pengurus Badan Wakaf INS, dan pengurus Kelompok Cendekiawan Sumatera Barat (Padang Club). Dia juga sering menghadiri berbagai seminar masalah sosial dan budaya sebagai pemakalah atau peserta.
 
Dikutip dari laman Sumbarprov.go.id, Navis pernah bekerja di Jawatan Kebudayaan Departemen Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan Sumatera Tengah. Dia hanya bekerja tiga tahun di situ.
 
Dua tahun setelah berhenti atau pada 1957, Navis menikah dengan Aksari Jasin. Setelah menikah, Navis mencari nafkah dengan menulis dan berkarya, bukan lagi pegawai atau berpenghasilan tetap.
 
Istrinya juga ikut membantu pekerjaannnya sebagai sastrawan. Apabila ia sedang menulis sebuah cerita, istrinya selalu mendampingi dan membaca setiap lembar karangannya. Ia memperhatikan reaksi istrinya ketika membaca dan hal itu menjadi ukuran tulisannya sesuai atau tidak dengan keinginannya.
 
Di hari tuanya, Navis menyimpan beberapa gagasan untuk menulis cerpen dan memulai menggarap novel. Beberapa dari keinginannya sudah selesai, tetapi banyak juga yang terbengkalai.
 
Usia yang bertambah tua menyebabkan daya tahan tubuh dan pikirannya semakin menurun. A.A. Navis meninggal karena sakit di Rumah Sakit Pelni, Jakarta pada 2004.
 
Navis telah menciptakan banyak karya. Berikut karya-karya Navis:

Cerita pendek

  1. Robohnya Surau Kami (kumpulan cerpen), Jakarta: Gramedia, 1986
  2. Hujan Panas dan Kabut Musim (kumpulan cerpen), Jakarta: Jambatan, 1990
  3. “Cerita Tiga Malam”, Roman, Thn. V, No.3, 1958:25--26
  4. “Terasing”, Aneka, Thn. VII, No. 33, 1956:12--13
  5. “Cinta Buta”, Roman, Thn. IV, No. 3, 1957
  6. “Man Rabuka”, Siasat, Thn. XI, No. 542, 1957:14--15
  7. “Tiada Membawa Nyawa”, Waktu, Thn. XIV, No.5, 1961
  8. “Perebutan”, Star Weekly, Thu. XVI, No. 807, 1961
  9. “Jodoh”, Kompas, Thu. Xl, No. 236, 6 April 1976:6

Puisi

  1. Dermaga dengan Empat Sekoci (kumpulan 34 puisi), Bukittinggi: Nusantara

Novel

  1. Kemarau, Jakarta: Grasindo, 1992
  2. Saraswati  si Gadis dalarn Sunyi, Jakarta: Pradnya Paramita, 1970

Karya Nonfiksi

  1. “Surat-Surat Drama”, Budaya, Thn.X, Januari-Februari 1961
  2. “Hamka Sebagai Pengarang Roman”, Berita Bibliografi, Thn.X, No.2, Juni 1964
  3. “Warna Lokal dalam Novel Minangkabau”, Sinar Harapan, 16 Mel 1981
  4. “Memadukan Kawasan dengan Karya Sastra.”, Suara Karya, 1978
  5. “Kepenulisan Belum Bisa Diandalkan sebagai Ladang Hidup”, Suara Pembaruan, 1989
  6. “Menelaah Orang Minangkabau dari Novel Indonesia Modern”, Bahasa dan Sastra, Jakarta: Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa, 1977

Navis juga telah memperoleh sejumlah penghargaan, yakni:

  1. Hadiah kedua lomba cerpen majalah Kisah (1955) untuk cerpen “Robohnya Surau Kami”
  2. Penghargaan dari UNESCO (1967) untuk kumpulan cerpen Saraswati dalam Sunyi
  3. Hadiah dari Kincir Emas (1975) untuk cerpen “Jodoh”
  4. Hadiah dari majalah Femina (1978) untuk cerpen “Kawin”
  5. Hadiah seni dari Depdikbud (1988) untuk novel Kemarau
  6. SEA Write Awards (1992) dari Pusat Bahasa (bekerja sama dengan Kerajaan Thailand).
Kegemaran A.A Navis pada menulis membawa namanya diakui di dunia internasional. Navis dan Keumalahayati, dua pahlawan Indonesia hari lahirnya diperingati sebagai peringatan internasional di UNESCO. Hal ini ditetapkan dalam Sidang Umum ke-42 UNESCO.
 
Baca juga: Mengenang Sapardi Djoko Damono, Penyair Legendaris Indonesia

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News

Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan