“Melihat kondisi Bapak di musim hujan ini yang belum bisa bekerja maksimal. Saya juga tahu nantinya masuk kuliah juga perlu biaya,” tutur Rofidah dikutip dari laman UGM, Minggu, 8 Juni 2025.
Menurut Rofidah, penghasilan sang ayah, Timbul Marsono, 54 tahun, sebagai supir truk pengangkut jerami untuk pakan ternak tak selalu ajeg. Untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, Timbul menjalani pekerjaan sebagai sopir untuk mengemudi mobil truk milik tetangganya.
“Jerami saya ambil dari desa lain, lalu dijual ke warga yang punya ternak,” kata Timbul.
Di saat musim penghujan, kata Timbul, tidak banyak warga yang begitu membutuhkan jerami pakan ternak. Kondisi ini yang terus memaksanya untuk memutar otak agar tetap dapat menghidupi keluarga kecilnya.
Agar dapur pun bisa tetap mengepul dengan berkeliling melakukan jual beli barang bekas. “Kalau lagi sepi, kita cari rongsokan,” katanya.
Darini, 52 tahun, ibunda dari Rofidah menambahkan, untuk mencari jerami, suaminya harus berangkat pagi-pagi buta dan kembali larut malam sampai jerami tersebut terjual habis. Penghasilan suaminya sebagai sopir truk berkisar Rp 1.500.000 per bulan. Tergantung dengan jumlah permintaan jerami.
“Sebulan itu bisa delapan sampai sepuluh kali berangkat, tapi gak mesti. Sekali pulang dapat seratusan ribu,” jelasnya.
Di tengah keterbatasan, Timbul mengaku selalu mengupayakan segala hal yang terbaik untuk anak-anaknya. Timbul pun mengaku beruntung memiliki merupakan anak yang mandiri, terbukti dengan kebiasaan Rofidah yang selalu rajin belajar, bahkan sampai larut malam.
“Belajarnya sampai jam 1 sampai 2 pagi apalagi jika menjelang ujian,” terangnya.
Sejak di bangku sekolah, Rofidah langganan menduduki peringkat 1 di kelas semasa SD dan SMP-nya. Selain itu, kegemarannya untuk membaca pernah membawanya memenangkan lomba penulisan puisi, sehingga ia dapat menerbitkan puisinya dalam buku “Catatan Perjuangan” bersama Najwa Shihab.
Menurut Rofidah, kemauan dan disiplin untuk belajar karena termotivasi dari orang tuanya yang selalu mendorongnya semangat dalam belajar dan meraih cita-cita. “Bapak ibu selalu memotivasi saya untuk bisa sekolah lebih tinggi, walaupun dengan keadaan ekonomi yang seperti ini,” ujar anak bungsu dari dua bersaudara dengan mata berkaca-kaca.
Sang Ayah selalu meyakinkan Rofidah untuk mendaftar kuliah ke perguruan tinggi dan mendoakan agar anaknya bisa mendapatkan beasiswa. “Bapak selalu meyakinkannya, pasti ada kesempatan beasiswa di masa depan, dan bagaimanapun saya akan dapat berkuliah,” kenangnya.
Bagi Rofidah, orang tuanya merupakan sosok yang sangat sabar dan telah berkorban untuk mengusahakan yang terbaik bagi anaknya tanpa pernah merasa terbebani. Terlebih, kedua orang tuanya yang selalu sabar mengurus Kakaknya yang sedari kecil mengalami kelumpuhan.
“Tahun lalu kakak saya berpulang, selama 27 tahun ibu merawat di rumah dan bolak-balik masuk rumah sakit,” katanya,
Pilih Jurusan Teknologi Pertanian
Rofidah yang memilih jurusan Teknologi Pertanian ini ternyata memiliki cita-cita, agar suatu saat dapat bekerja di Kementerian Pertanian. Cita-cita ini pula yang memotivasinya untuk mengambil prodi Teknik Pertanian di Fakultas Teknologi Pertanian.“Saya melihat di teknik pertanian itu lebih menarik karena ada tekniknya, dan saya ingin nantinya saya bisa menjadi salah satu kontributor dalam menginovasi produksi maupun sarana di bidang pertanian Indonesia,” harapnya.
Baca juga: Cerita Inspiratif Afri, Bikin Semangat Kamu yang Gagal SNPB dan SNBT |
Rofidah mengaku sangat bersyukur diterima di UGM dan mendapatkan beasiswa Subsidi UKT sebesar 100 persen dari Kampus UGM sehingga membantu beban ekonomi keluarganya.
Darini pun mengungkapkan rasa terima kasihnya kepada UGM yang membantu anaknya untuk mendapatkan kesempatan berkuliah dan beasiswa UKT di tengah kondisi keterbatasan ekonominya keluarganya. “Saya sangat berterima kasih kepada pihak UGM, yang mana telah menerima anak saya Rofidah dengan subsidi 100 persen. Anak saya mendapat biaya kuliah gratis, sekali lagi terima kasih,” ungkapnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News