Awalnya, pria yang akrab disapa Nino ini mengaku tak ada yang terlampau istimewa dalam perayaan hari raya Idulfitri di keluarganya. Tradisi sungkeman, ziarah, hingga menu opor ayam dan ketupat di keluarganya juga mirip-mirip dengan keluarga kebanyakan lainnya di Indonesia.
"Saya kira seperti kebanyakan orang. Setelah salat Ied, keluarga berkumpul di rumah untuk sungkeman dan kemudian ziarah. Setelah itu kami lebih banyak menerima tamu, karena ibu saya dan ibu mertua tergolong yang sudah sepuh di keluarga besar," kata Nino kepada Medcom.id, Minggu, 14 April 2024.
Tradisi saling berkunjung, menyampaikan selamat Lebaran, dan saling memaafkan ini, kata Nino, masih sangat kental. "Ini tradisi yang baik untuk membangun dan merawat rasa terhubung dan rasa percaya di masyarakat," ujar pria yang menamatkan S2 dan S3-nya di University of Sydney, Australia ini.
Untuk itu pula, setiap tahunnya, ia selalu berupaya mudik ke kampung halamannya juga istri tercintanya di dua kota yang berbeda. "Saya dan keluarga mudik ke Muntilan, keluarga istri dan Malang keluarga saya," terang Nino.
Memilih Tak Punya Mobil Pribadi
Ketika ditanya tentang tradisi mudik, ia pun bercerita, tahun ini ia memilih menggunakan transportasi umum kereta api untuk menuju kampung halaman. Ia mengungkapkan, sejak pindah dari Frankfurt, Jerman ke Jakarta beberapa tahun lalu, keluarga Nino memang memilih untuk tidak memiliki mobil pribadi."Sejak pindah dari Frankfurt (Jerman) ke Jakarta, kami memang memilih tidak punya mobil pribadi. Jadi untuk mudik kami juga menggunakan transportasi umum. Tahun ini kami lebih banyak menggunakan kereta untuk transportasi antarkota, dan taksi untuk dalam kota," ungkap penerima fellowship dari Alexander von Humboldt Foundation untuk riset pascadoktoralnya di Leibniz Institute for Research and Information in Education, Jerman tersebut.
Meski ia mengakui, untuk perjalanan dalam kota memang terkadang agak merepotkan jika melulu mengandalkan taksi, terutama di jam-jam sibuk saat Lebaran. Tapi berkat terus bertumbuhnya taksi online bahkan di pedesaan, membuat kendala tersebut tak terlalu ia rasakan lagi.
"Sudah semakin banyak taksi (online) bahkan di kota kecil dan pedesaan. Dan keuntungan lain adalah perjalanan antarkota jauh lebih nyaman dibanding naik mobil pribadi. Tidak perlu terjebak kemacetan," ujar dosen paruh waktu di Universitas Surabaya ini.
Rindu Masakan Eyang
Setibanya di kampung halaman, Nino juga bercerita bahwa tidak ada yang terlalu istimewa dalam menu Lebaran yang disajikan di meja makan keluarga besarnya. Sama seperti keluarga kebanyakan, ketupat juga opor ayam.Namun di balik menu-menu tersebut, ternyata Nino juga menyelipkan kerinduan pada masakan Eyang yang kerap dimasak semasa hidupnya. "Dulu ketika generasi eyang saya masih hidup, keluarga saya mudik ke Batang (Pekalongan). Menu Lebaran yang selalu saya ingat dan rindukan adalah sambal goreng hati dan soto Pekalongan masakan eyang," tuturnya.
Ketika itu, kata Nino, eyang memasak menu-menu andalan ini dalam jumlah besar, untuk tamu maupun dibawa pulang keluarga setelah Lebaran. "Sekarang kami lebih praktis, kalau ingin kuliner ya pergi ke restoran atau pesan secara online," bebernya.
Ya, Lebaran bagi Nino selalu menjadi momentum untuk mengingat keluarga. Merawat nilai-nilai kekeluargaan. "Bayangkan berapa puluh atau ratus juta orang melakukan perjalanan jauh dan mahal untuk kembali ke kampung halaman, meski hanya untuk beberapa hari," tutur Nino.
Meski saat ini disrupsi teknologi membuat "perjumpaan" dengan keluarga di kampung menjadi sebuah kemudahan yang tak harus mahal. Namun pertemuan langsung dan interkasi di saat Idulfitri tetap istimewa dan tak tergantikan.
"Di zaman di mana kita bisa video call setiap hari pun, pertemuan dan interaksi langsung ketika lebaran ini tetap istimewa, terutama bagi keluarga seperti kami yang sehari-hari jauh dari orang tua. Selain itu, bagi saya Lebaran juga memberi waktu rehat sejenak dari pekerjaan," ujarnya.
Lepas dari semua kelancaran saat mudik, bagi Nino yang terpenting adalah melakukan perencanaan mudik sejak jauh-jauh hari. "Setelah itu tinggal menikmati momen-momen yang hanya sekali atau dua kali setahun bisa kita rasakan," pungkasnya.
Baca juga: Mahasiswa Indonesia Kenalkan Lontong dan Opor di Inggris saat Lebaran |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News