Sutradara sekaligus produser Tonny Trimarsanto. Foto:  UNS/Humas
Sutradara sekaligus produser Tonny Trimarsanto. Foto: UNS/Humas

Lebih Dekat dengan Alumnus UNS Peraih Piala Citra

Citra Larasati • 31 Maret 2021 15:47
Jakarta:  Universitas Sebelas Maret (UNS) Surakarta memiliki segudang alumni yang memiliki kontribusi besar di berbagai bidang. Dari banyaknya alumni UNS yang tersebar di berbagai daerah, terdapat sosok Tonny Trimarsanto yang merupakan sutradara sekaligus produser kenamaan film dokumenter Tanah Air.
 
Tony menceritakan, awal mula perjalanan kariernya di dunia perfilman Tanah Air.  Jauh sebelum mencintai dan terjun ke dalam dunia film dokumenter, Tonny Trimarsanto semasa kecil sudah terlebih dulu menyukai film.
 
Kecintaannya terhadap film tumbuh ketika sang ayah sering mengajaknya pergi ke bioskop untuk menonton film.  “Sejak kecil saya suka nonton film. Masih ingat ketika TK atau SD, sering diajak bapak nonton film di bioskop. Film-film yang saya gemari dulu adalah komedi, seperti Ateng Iskak Grup, pelawak film-film lawak Bagio. Sekitar tahun 70-an saya sering kali diajak bapak nonton itu,” ungkap Tonny, dalam siaran pers, Rabu, 31 Maret 2021.

Bermula dari film-film komedi yang ia tonton, Tonny Trimarsanto kemudian mulai gemar menonton film aksi/ laga, kungfu, dan India.  Ia menceritakan, semasa masih menjadi mahasiswa Program Studi (Prodi) Ilmu Komunikasi Jurusan Komunikasi Massa Fakultas Ilmu Sosial dan Politik (FISIP) UNS, Tonny sudah banyak membantu proses produksi film di Solo.
 
“Setiap kru dari Jakarta, entah sutradara yang pernah bekerja dengan saya atau yang belum pernah, itu selalu menghubungi saya kalau syuting di Solo, Jawa Tengah, dan di Jogja-Solo-Semarang. Pasti menghubungi saya. Karena kru film dulu yang berlatar belakang mahasiswa belum banyak,” ujarnya.
 
Alumnus UNS angkatan ’89 ini menceritakan di awal perjalanannya dalam dunia perfilman, ia lebih banyak melakukan riset dan mengumpulkan data. Hal tersebut ia sering lakukan sebab semasa mahasiswa, Tonny merupakan Redaktur Majalah Visi FISIP UNS.
 
Dari pengalamannya itu, Tonny mengaku kecintaannya pada dunia kepenulisan, sangat membantunya saat menulis naskah film.  “Waktu itu saya diminta Bu Sofi -Ketua Jurusan Komunikasi- untuk mengajar dan berbagi pengetahuan saya kepada satu angkatan atau angkatan adik kelas. Kenapa saya di film dokumenter? Karena saya punya basic di dunia menulis, penelitian, dan saya juga punya passion di nonton film. Jadi, semuanya nyambung,” ujarnya.
 
Baca juga:  Jerome Polin Bercita-cita Jadi Mendikbud, Nadiem: Saya Siap Jadi Mentor
 
Sosok Tonny di kancah perfilman Indonesia tidak perlu diragukan lagi. Hal tersebut ia buktikan melalui deretan prestasi yang pernah diraihnya di tingkat nasional maupun internasional.
 
Penghargaan tingkat nasional paling bergengsi yang pernah ia raih adalah Piala Citra pada tahun 2017 melalui filmnya yang berjudul “Bulu Mata”.  Tidak hanya itu, pada tahun-tahun sebelumnya –tepatnya pada tahun 2013 dan 2014- dua film karya Tonny Trimarsanto yang berjudul “Mangga Golek Matang di Pohon” dan “Ngulon”, juga masuk nominasi dalam gelaran Festival Film Indonesia (FFI).
 
Film berjudul “Mangga Golek Matang di Pohon” di tahun 2013 masuk dalam nominasi Film Dokumenter Panjang.  Sedangkan, filmnya yang berjudul “Ngulon” pada tahun 2014 masuk dalam nominasi Film Dokumenter.
 
Selain di kancah nasional, Tonny juga berhasil meraih berbagai prestasi di kancah internasional. Seperti, Excellence Award pada Earth Vision Tokyo International Film Festival 2003 lewat film “The Dream Land”, Best Short Asia Film lewat film “Renita Renita” pada 9th Cinemanila International Film Festival 2007 yang juga berhasil menyabet Best Film at Culture Unplugged Film Festival India, Special Award for Its a Beautiful Day pada Asia Africa and Latin America Film Festival, Milan Italy 2013.
 
Tidak berhenti di situ, film berjudul “Serambi” yang ia sutradarai juga berhasil meraih prestasi dalam Competition at 59th Cannes Film Festival 2006 (Un Certain Regard), 24 th Miami International Film Festival 2007, San Fransisco International Film Festival, dan Tokyo International Film Festival.
 
Jauh sebelum menjadi seorang sutradara dan produser film dokumenter, Tonny Trimarsanto juga pernah meraih penghargaan Best Art Director di perhelatan Indonesian Cine Club Festival.
 
Penghargaan itu berhasil ia sabet saat membantu sutradara Garin Nugroho sebagai penata artistik dalam pembuatan film berjudul “Daun di Atas Bantal” tahun 1997.
 
“Saya awalnya periset, penata artistik, lalu selama hampir 7-8 tahun saya kayaknya sudah cukup di layar lebar sebagai penata artistik dan saya ingin masuk ke dunia yang berbeda dan jatuh ke film dokumenter. Selama 20 tahun saya memproduseri dan menjadi sutradara, ada kenikmatan ketika menjalani film dokumenter karena saya selalu menemukan hal-hal baru,” tutur Tonny Trimarsanto.
 
Selama menjadi sutradara dan produser film dokumenter, Tonny tidak lupa untuk memberikan kontribusi lain pada bidang yang ia cintai, salah satunya melalui jalur edukasi.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(CEU)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan