Dosen Departemen Keperawatan Komunitas Fakultas Keperawatan Unpad, Laili Rahayuwati. DOK Unpad
Dosen Departemen Keperawatan Komunitas Fakultas Keperawatan Unpad, Laili Rahayuwati. DOK Unpad

Kisah Laili: Dosen Unpad Pencetus Desa Sehat Plus, Bawa Desa Sukamulya Keluar dari Stunting

Renatha Swasty • 01 September 2023 13:26
Jakarta: Laili Rahayuwati, miris masaih ada desa yang tak jauh dari tempatnya mengabdi di Universitas Padjajaran (Unpad), tepatnya Desa Sukamulya di Kecamatan Rancaekek, Kabupaten Bandung, Jawa Barat mengalami kemiskinan, stunting, hingga masalah literasi huruf. Sebagai dosen Departemen Keperawatan Komunitas Fakultas Keperawatan, Laili merasa wajib membantu menyelesaikan masalah itu.
 
Laili melakukan program pemberdayaan masyarakat bertajuk “Desa Sehat Plus” di Desa Sukamulya melalui pendanaan program Matching Fund-Kedaireka pada 2022. Program tak sekadar berfokus di sisi kesehatan, tetapi juga mendorong peningkatan ketahanan pangan dengan mengoptimalisasi lahan tidak produktif menjadi warung hidup bagi masyarakat.
 
Laili mengaku pertama kali mengetahui kondisi Desa Sukamulya melalui observasi pada 2020. Bekerja sama dengan BKKBN, Laili menemukan Desa Sukamulya masih memiliki angka kejadian stunting yang tinggi.

Kesadaran masyarakat terhadap pola makan dan pola asuh tepat juga masih rendah. Laili mengatakan bila dibiarkan, kemungkinan akan menurunkan produktivitas ke generasi berikutnya.
 
“Saya ingat ada satu statement dari pihak desa bahwa kesadaran stunting di masyarakat sudah pasti tidak ada, karena untuk personal hygiene saja mereka tidak lakukan,” kenang Laili dikutip dari laman unpad.ac.id, Jumat, 1 September 2023.
 
Laili mengungkapkan secara ekonomi, sebagian masyarakat Desa Sukamulya masih terkendala menghidupi kebutuhan sehari-hari. Rata-rata masyarakat bekerja sebagai buruh tani atau buruh pabrik.
 
Jangankan berpikir pendidikan layak, untuk makan sehari-hari saja warga masih kekurangan. Tidak heran, masih banyak anak usia sekolah di desa tersebut belum bisa membaca.
 
Sementara itu, di sektor lingkungan, sampah dan sungai tercemar limbah menghiasi wilayah desa. Di sisi lain, Laili melihat banyak sekali lahan tidak produktif.
 
Melihat kondisi tersebut, Laili melakukan riset implementatif yang mengarah ke pemberdayaan. Fokusnya meningkatkan kesadaran masyarakat untuk menjaga kesehatan berupa partispatory action research.
 
“Jadi, apa kebutuhan mereka, kita lakukan pemberdayaan dan edukasi masyarakat beserta anak-anaknya,” ujar Laili.
 
Kisah Laili: Dosen Unpad Pencetus Desa Sehat Plus, Bawa Desa Sukamulya Keluar dari Stunting
Lahan Desa Sukamulya yang sudah disulap menjadi warung hidup oleh Laili dan tim. DOK Unpad
 
Melalui Desa Sehat Plus, Laili tidak melakukan edukasi langsung mengenai cara mencegah stunting kepada masyarakat. Namun, ia berupaya memberikan contoh cara meningkatkan derajat kesehatan. Singkatnya, ia berupaya melakukan program bottom up.
 
“Kalau dari sisi teori penyebab stunting, 10 persen genetis, faktor kedua itu sekitar 30 persen dari sarana layanan kesehatan. Sisanya, itu perilaku masyarakat dan lingkungan. Karena itu kita bidiknya dari komunitasnya dulu kalau bidiknya dari top down belum tentu masyarakat akan bergerak. Kalau edukasi sudah ke mana-mana, di depan mereka. Ini lho contoh, lebih ke arah secara praktis,” papar dia.
 
Laili juga mencoba mengoptimalkan beberapa lahan di desa yang tidak produktif. Dia mulai menggarap tiga lahan kosong di tiga dusun tersebut setalah mendapat restu dari pihak desa.
 
Sayangnya, niat dan langkah Laili tidak berjalan mulus. Pembukaan lahan nirproduktif tersebut menyulut konflik kepemilikan lahan. Beberapa oknum desa meminta ganti rugi kepada Laili karena dianggap menggunakan lahan tanpa izin.
 
“Saya ingat beberapa orang minta pertanggungjawaban, padahal itu tanahnya tidak terurus. Minta ganti rugi, segala macam. Pedenya saya sebagai perempuan, saya bilang, ‘saya tidak punya kepentingan apa-apa selain membantu masyarakat’,” kenang Laili.
 
Meski sejumlah warga sudah mendukung upaya Laili, dia memilih mencari lokasi lain yang dianggap aman dari konflik. Secara bertahap, dia memanfaatkan lahan tersebut dengan membangun lahan hidroponik tanaman hortikultura, membangun kolam ikan, memperbaiki fasilitas publik untuk warga, hingga membangun sumur bor sebagai sumber air bersih untuk kolam ikan.
 
Pembangunan sumur bor lantaran kualitas air di Desa Sukamulya, khususnya di sungai, sudah tercemar limbah buangan industri. Seluruh pembangunan tersebut didanai oleh dana hibah Matching Fund-Kedaireka.
 
Laili juga yang pertama membelikan benih ikan untuk dibudidayakan warga. Tidak lupa, ia mengajak rekan sejawat dari fakultas lain, seperti Faperta, Fapet, FPIK, hingga Fikom, dan FEB untuk berkontribusi memberikan penyuluhan kepada masyarakat.
 
Laili menjelaskan upaya ini sebagai embrio desa sehat. Masyarakat Desa Sukamulya diajak memahami berbagai potensi yang ada di wilayahnya, seperti banyak lahan yang bisa dioptimalkan untuk memenuhi kebutuhan pangan.
 
“Kalau mereka bertanam mereka enggak usah mengeluarkan banyak uang untuk belanja. Mereka tidak usah selalu belanja untuk mendapatkan proteinnya,” kata Laili.
 
Perlahan tapi pasti, masyarakat Desa Sukamulya bisa menikmati hasilnya. Benih ikan yang dibudidayakan sudah bisa dinikmati masyarakat. Masyarakat sudah kembali membudidayakan benih ikan yang baru.
 
“Kalau dari sisi kader kecenderungan sudah mulai membaik. Hanya saja kalau untuk pengembangan, saya inginnya mereka bisa jadi desa maju dari sisi pertanian. Masih belum, karena masalah finansial,” ujar Laili.
 
Program selanjutnya adalah membereskan masalah sampah secara mandiri. Tumpukan sampah di Desa Sukamulya bahkan telah menutupi jalan umum sehingga tidak bisa dilalui.
Sangat jarang petugas mengangkut sampah ke wilayah tersebut karena akses yang sulit. Laili menyebut pengembangan Desa Sehat Plus tidak bisa selesai hanya dalam waktu singkat.
 
Dia menekankan butuh proses panjang untuk mengubah pola pikir dan perilaku masyarakat untuk bisa hidup lebih sehat. Laili bersedia untuk 'kembali' ke Desa Sukamulya.
 
“Dapat hibah, gak dapat hibah saya akan (tetap) ke sana. Dengan adanya masyarakat yang sadar akan ketahanan pangan, itu bisa meningkatkan asupan nutrisi yang baik pada keluarga di masyarakat. Otomatis akan menurunkan risiko kehamilan stunting dan lahirkan generasi muda yang sehat dan cerdas,” ujar Laili.
 
Baca juga: Jawab Tantangan Peternak, Dosen Unpad Buat Aplikasi Cek Pakan Dedak Padi Oplosan

Kuliah di kampus favorit dengan beasiswa full kini bukan lagi mimpi, karena ada 426 Beasiswa Full dari 21 Kampus yang tersebar di berbagai kota Indonesia. Info lebih lanjut klik, osc.medcom.id
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan