Lahir dan besar di lingkungan keluarga pedagang pasar, bidang keilmuan sempat menjadi sesuatu yang mewah baginya. Kecintaannya pada ilmu pengetahuan, mengantarkannya pada pencapaian demi pencapaian di bidang teknologi pangan, khususnya pangan fungsional.
Dia pun berseloroh, kini pungguk itu sampai ke bulan, berkat kerja keras dan kerja cerdas yang ia jalani dalam dunia penelitian. Guru Besar Program Studi Teknologi Pangan, Institut Pertanian Bogor ini sempat tidak percaya dengan penghargaan yang diperolehnya.
Menurut Hanny, salah satu keberuntungannya adalah ketika ia jeli melihat peluang bidang pangan, yang tidak hanya sekadar memenuhi kebutuhan hidup, mengambil gizi, memberikan kenikmatan dan kelezatan. Tetapi juga menciptakan masyarakat yang bugar dan sehat.
Suatu bahan pangan bisa digali lebih banyak lagi peluang positif dari komponen bioaktif, yang bisa berperan sebagai pangan fungsional dan nutrasetikal.
Ketua Perhimpunan Penggiat Pangan Fungsional dan Nutrasetikal Indonesia ini menjelaskan, ide pangan fungsional mulai menggema ketika di tahun 80-an, pemerintah Jepang mulai gencar meneliti pangan fungsional. Mengingat, kondisi di Jepang dengan peluang umur hidup yang lebih panjang, tentu membutuhkan banyak biaya dari sisi asuransi kesehatan, bila tidak dibentuk kondisi masyarakat yang sehat.
Di Indonesia, sebagai negara megabiodiversitas, punya potensi besar untuk mengembangkan pangan yang memiliki nilai tambah. Dengan berbagai kearifan lokal, tutur Hanny, akan menjadi sebuah “simfoni” luar biasa jika kita bisa olah dengan ilmu pengetahuan dan teknologi.
Tidak hanya untuk menjaga ketahanan pangan, melainkan ketahanan bangsa yang sehat dan kuat. Kendala klasik dalam melakukan penelitian, mulai dari infrastruktur, hingga pendanaan, justru menjadi tantangan baginya untuk terus berinovasi di bidang pangan fungsional.
Dalam perjalanan kariernya yang fokus pada bidang pangan, sebanyak 15 paten hasil karya Hanny telah disetujui. Dua dari paten-paten tersebut sudah dan akan dikomersilkan, yakni permen fungsional dengan nama Cajuputs Candy, dan minuman herbal fungsional dengan nama Glucodiab.
“Walaupun saya sering dibilang banyak orang, ‘Profesor kok bikinnya hanya permen?’. Tapi saya sampaikan ke mahasiswa saya, ‘no problem’. Bukan masalah permennya, yang penting ada ide nilai tambah di balik permen itu,” kata Hanny, dalam siaran pers, Rabu, 24 Agustus 2022.
“Dosen Jamu” menjadi julukan Hanny, dikarenakan banyak sekali mengajar mata kuliah terkait jamu di beberapa universitas di luar negeri, di antaranya Pelita Harapan, National University of Singapore, Warsaw University of Life Sciences, Poznan University of Life Science, Otago University, Hokkaido University, dan Wisconsin University.
Ibu dari dua orang anak ini telah menelurkan lebih dari 100 publikasi jurnal nasional dan internasional, 10 buku, dan beberapa buku bab termasuk dalam buku pegangan Kimia Pangan yang diterbitkan oleh Springer. Ia memiliki harapan besar dengan warisan pangan fungsional Indonesia, yaitu jamu, untuk dikenal hingga ke level internasional.
“Mari kita buktikan dengan valid melalui ilmu pengetahuan dan teknologi akan kehebatan jamu kita. Dan kita terus menggapai dunia internasional, serta dengan bangga dan mengatakan: saya Indonesia!” ucapnya.
Menurutnya, banyak hal yang ia peroleh di dalam melakukan penelitian dengan berkolaborasi, yang mungkin tidak akan didapatkan dengan bekerja sendiri. Kolaborasi, jika ditarik benang merahnya, cukup dengan ketulusan, kepercayaan, dan keinginan untuk memberi.
"Dengan demikian, kita akan lebih sustain, dibandingkan hanya ingin memanfaatkan. Karena dengan kita saling memberi, kita juga akan saling mendapatkan," kata Hanny.
Hal ini yang menurutnya harus mulai dihidupkan di Indonesia. Sehingga negara ini tidak hanya sebagai negara nomor empat populasi tertinggi di dunia, tetapi negara yang kaya akan sumber daya manusia.
“Karena saya yakin, kalau kita nurture dengan baik, akan banyak sekali peneliti-peneliti kita yang tidak kalah dengan yang lain. Dengan kita memulai, suatu saat saya yakin akan banyak peneliti, sekaliber penerima Nobel, dan pemikir-pemikir sehebat Einsten,” tandasnya.
BRIN Sarwono Award dan Sarwono Prawirohardjo Memorial Lecture 2022 merupakan kegiatan keilmuan dalam pemberian penghargaan kepada ilmuwan karena jasa dan pengabdian serta reputasinya. Baik di tingkat nasional maupun internasional, dalam bidang ilmu pengetahuan memberikan sumbangsih nyata dan bermanfaat bagi ilmu pengetahuan dan kemanusiaan.\
Baca juga: Dosen FK Unpad Terpilih Jadi Peserta Program Kepemimpinan Ilmuwan Kelas Dunia |
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News