Konferensi KSU4IRTC. DOK UMN
Konferensi KSU4IRTC. DOK UMN

Masa Depan Industri di Indonesia Bisa Cerah dengan AI, Tapi Masih Banyak yang Takut

Renatha Swasty • 22 Desember 2023 20:13
Jakarta: Perkembangan artificial intelligence (AI) beberapa tahun terakhir makin masif. Pemerintah juga terus mendorong implementasi Industri 4.0 di Indonesia.
 
Hal ini dibahas dalam Konferensi KSU4IRTC yang membahas mengenai revolusi industri ke-4, Artificial Intelligence (AI), smart factory, dan Industri 4.0. Program ini merupakan hasil kerja sama Universitas Multimedia Nusantara (UMN), Silla University, dan KOICA.  
 
Sekretaris Eksekutif PIDI 4.0, Mareta Pratiwi, menyampaikan Industri 4.0 dan AI akan membentuk kembali tempat kerja dan pengalaman karyawan. Hal ini dapat membantu meningkatkan lingkungan bisnis dengan membayangkan produk baru, mengejar pasar baru, meningkatkan produk dan layanan, dan lainnya.

Dia mengatakan smart factory bukanlah sebuah kemewahan, melainkan teknologi futuristik yang dapat memberikan manfaat. Mareta menuturkan di Indonesia sendiri sudah memiliki Indi 4.0, yakni alat ukur untuk melihat seberapa siap industri mengimplementasikan 4.0.
 
"Kami menyebutnya budaya karena di Indonesia sangat sulit untuk meningkatkan kesadaran untuk menerapkan Industri 4.0. Orang-orang akan melakukan demonstrasi (menentang AI dan robotika) karena mereka percaya bahwa hal tersebut dapat 'membunuh' semua pekerja dan digantikan oleh robot," kata Mareta melalui siaran pers, Jumat, 22 Desember 2023.
 
Mareta mengatakan meskipun Indonesia telah memiliki teknologi yang dibutuhkan, penerapan AI menjadi tantangan karena kurangnya kesadaran. Dia menuturkan PIDI 4.0 merupakan inisiatif pemerintah Indonesia untuk mewujudkan Indonesia 4.0 yang dicanangkan oleh Presiden Joko Widodo pada tahun 2018.
 
"Indonesia memiliki potensi untuk menjadi negara dengan ekonomi tertinggi karena adopsi teknologi dapat meningkatkan pendapatan dan mendorong pertumbuhan ekonomi," kata perwakilan Kementerian Perindustrian itu.
 
PIDI 4.0 terus melakukan berbagai pelatihan dan kolaborasi untuk meningkatkan industri, berinovasi, dan membantu mewujudkan Indonesia 4.0.
 
Presiden KORIKA, Hammam Riza, menekankan pentingnya sinergi antara akademisi, industri, pemerintah, dan komunitas untuk merangkul AI. Dia percaya AI adalah kekuatan transformatif untuk mendefinisikan ulang bagaimana pabrik beroperasi, meningkatkan inovasi, efisiensi, presisi, dan banyak lagi.
 
"Di sinilah KORIKA berdiri. Kami adalah orkestrator yang menempatkan semua pemangku kepentingan dalam upaya terkonsentrasi untuk beradaptasi dan mengimplementasikan artificial diligence di Indonesia," kata Hammam.
 
Dia mengatakan berbagai penelitian menunjukkan AI akan berdampak pada ekonomi global. Oleh karena itu, Indonesia ingin menjadi bagian dari hal ini, untuk beradaptasi dan mengimplementasikan AI di berbagai sektor, termasuk perubahan iklim dan bahkan penemuan obat.
 
"Ada banyak peluang dan manfaat yang dapat diperoleh dari ekonomi AI, USD13 triliun diperkirakan akan menjadi dampak dari AI," kata Hammam.
 
Laporan McKinsey menunjukkan AI diproyeksikan akan memberikan kontribusi sebesar USD13 triliun untuk ekonomi global pada 2030. Hammam mengatakan saat ini, 72 persen bisnis di seluruh dunia sedang dalam proses mengadopsi dan mengimplementasikan AI. Hal ini merupakan tantangan besar bagi Indonesia. Dia
 
"Kami berharap dapat menjadi pemimpin dengan memimpin 20 negara teratas dalam hal ini, bukan hanya sebagai pengikut dalam ekonomi digital. Indeks kesiapan AI terbaru menempatkan Indonesia di peringkat 46 dibandingkan dengan Singapura yang berada di posisi ke-3 dan Korea yang berada di posisi 10 besar," ujar Hammam.
 
Pemerintah Indonesia sedang bekerja keras untuk memperbaiki kondisi ini. Hammam menyampaikan pemerintah sedang membuat peraturan presiden pertama tentang AI dan akan diselaraskan dengan kerangka ekonomi digital nasional di mana Industri 4.0 menjadi bagiannya.
 
Dalam kesempatan itu, Direktur Utama PT HLI Energy Solution, Sang Hun Bae; Regional Manager of Siemens Indonesia, I Putu Agus Sugita Eka Putra; dan Head of Professor Dept. Teknik Mesin, Silla University, Soeng Soo Kim menjelaskan tantangan dan pentingnya AI di Indonesia. Ketiganya juga memberikan studi kasus dari perusahaan mereka masing-masing mengenai implementasi AI, smart factory, dan big data.
 
Sang Hun Bae berbicara tentang implementasi AI di smart factories yang besar menuju pertumbuhan yang berkelanjutan dengan studi kasus dari perusahaannya. Sementara itu, I Putu Agus Sugita Eka Putra berbicara tentang digitalisasi dalam industri rantai pasokan dengan platform AI,
 
Sedangkan, Hae Sung Yang berbicara tentang pabrik pintar dan teknologi yang berkorelasi dengan big data. Presentasi mereka menunjukkan bagaimana teknologi-teknologi Industri 4.0 ini telah membantu proses bisnis mereka menjadi lebih efisien.
 
"Negara-negara maju telah memanfaatkan big data, bahkan Korea pun mengikuti negara-negara maju, dan Indonesia juga harus melakukannya. Kita hidup di era kompetensi tanpa batas. Untuk bertahan hidup, kita harus menggunakan data," kata Hae.
 
Hae mengatakan big data bersinergi dengan AI. Oleh karena itu, big data juga menjadi topik penting ketika membahas AI dan Industri 4.0.
 
"Setiap data dikumpulkan dan dianalisis, yang menciptakan nilai baru ini penting. Itulah mengapa kami menyebutkan bahwa kami tertarik dengan big data, untuk membuat wawasan yang berharga dan memanfaatkannya. Kami harus mempelajari big data application," kata Hae.
 
KSU4IRTC merupakan program pelatihan pemberdayaan masyarakat Indonesia untuk mahasiswa diploma dan sarjana yang dikembangkan oleh UMN, KOICA, dan Silla University. Mahasiswa mendapatkan pengalaman dan mengasah kemampuan hard skill dan soft skill melalui praktik kerja lapangan di perusahaan.
 
Baca juga: 4 Startup Binaan Skystar Ventures UMN Unjuk Gigi di Depan Venture Capital

 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(REN)




TERKAIT

BERITA LAINNYA

social
FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan