Depok: EVSafe Indonesia menggelar workshop bertajuk “EV Breakdown: Safety Awareness” di i-CELL FTUI, Universitas Indonesia, pada Selasa (15-7-2025). Salah satu materi yang didorong adalah penanganan mobil listrik yang mogok tidak boleh ditangani sembarangan.
Founder EVSafe Indonesia, Mahaendra Gofar, menekankan pentingnya pemahaman baru dalam penggunaan EV.
“Transisi ke kendaraan listrik harus disertai dengan pemahaman baru. Kita tidak bisa memperlakukan EV seperti mobil konvensional, dan itu bukan kelemahan, tetapi karakter yang harus kita kenali,” ungkap Mahaendra Gofar melalui keterangan resminya.
Salah satu sorotan utama adalah keberadaan aki 12V, komponen kecil namun sangat vital. Aki ini berfungsi untuk mengaktifkan sistem elektronik tegangan rendah. “Kalau aki 12V mati, mobil tidak bisa jalan walau baterai utamanya penuh,” jelas Mahaendra.
Masalah lain yang juga kerap menjadi penyebab mogok adalah gangguan saat pengisian daya. Hal ini bisa disebabkan oleh ketidakcocokan antara charger dan kendaraan, atau bug perangkat lunak sistem pengisian. Oleh karena itu, update software secara berkala menjadi langkah pencegahan yang disarankan.
Perawatan ban dan suspensi juga tak kalah penting. Bobot baterai yang besar membuat EV lebih berat, ditambah torsi instan dari motor listrik mempercepat keausan ban. Statistik mencatat, kasus masalah ban pada EV 20 persen lebih tinggi dibanding mobil biasa.
Faktor lingkungan pun jadi sorotan, terutama masalah kabel yang digerogoti tikus. Beberapa kabel EV masih menggunakan material organik yang menarik bagi hewan pengerat dan berisiko menyebabkan korsleting.
Penanganan darurat juga menjadi poin utama dalam workshop ini. Pengguna EV diingatkan untuk tidak menderek mobil listrik sembarangan, karena bisa merusak sistem pengereman regeneratif. Solusi terbaik adalah menggunakan flatbed atau dolly. Sedangkan untuk jump-start, prosedur yang aman hanya dilakukan dari mobil berbahan bakar ke EV, dan bukan sebaliknya.
Depok: EVSafe Indonesia menggelar workshop bertajuk “EV Breakdown: Safety Awareness” di i-CELL FTUI,
Universitas Indonesia, pada Selasa (15-7-2025). Salah satu materi yang didorong adalah penanganan
mobil listrik yang mogok tidak boleh ditangani sembarangan.
Founder EVSafe Indonesia, Mahaendra Gofar, menekankan pentingnya pemahaman baru dalam penggunaan EV.
“Transisi ke kendaraan listrik harus disertai dengan pemahaman baru. Kita tidak bisa memperlakukan EV seperti mobil konvensional, dan itu bukan kelemahan, tetapi karakter yang harus kita kenali,” ungkap Mahaendra Gofar melalui keterangan resminya.
Salah satu sorotan utama adalah keberadaan aki 12V, komponen kecil namun sangat vital. Aki ini berfungsi untuk mengaktifkan sistem elektronik tegangan rendah. “Kalau aki 12V mati, mobil tidak bisa jalan walau baterai utamanya penuh,” jelas Mahaendra.
Masalah lain yang juga kerap menjadi penyebab mogok adalah gangguan saat pengisian daya. Hal ini bisa disebabkan oleh ketidakcocokan antara charger dan kendaraan, atau bug perangkat lunak sistem pengisian. Oleh karena itu, update software secara berkala menjadi langkah pencegahan yang disarankan.
Perawatan ban dan suspensi juga tak kalah penting. Bobot baterai yang besar membuat EV lebih berat, ditambah torsi instan dari motor listrik mempercepat keausan ban. Statistik mencatat, kasus masalah ban pada EV 20 persen lebih tinggi dibanding mobil biasa.
Faktor lingkungan pun jadi sorotan, terutama masalah kabel yang digerogoti tikus. Beberapa kabel EV masih menggunakan material organik yang menarik bagi hewan pengerat dan berisiko menyebabkan korsleting.
Penanganan darurat juga menjadi poin utama dalam workshop ini. Pengguna EV diingatkan untuk tidak menderek mobil listrik sembarangan, karena bisa merusak sistem pengereman regeneratif. Solusi terbaik adalah menggunakan flatbed atau dolly. Sedangkan untuk jump-start, prosedur yang aman hanya dilakukan dari mobil berbahan bakar ke EV, dan bukan sebaliknya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)
