medcom.id, Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melanjutkan sidang dugaan kartel Honda dan Yamaha, Senin 9 Januari. Agenda sidang ini untuk membacakan kesimpulan dari tim investigator KPPU.
Menurut anggota Investigator KPPU, Helmi Nurjamil, diyakini Honda dan Yamaha benar-benar melakukan kartel seperti yang dituduhkan selama ini.
"Ada pola kenaikan skuter matik dari empat produsen pada 2012 dan 2014. Dari 2012 kenaikan independen. Tapi mulai ada kenaikan yang seragam dari 2 produsen yaitu Honda dan Yamaha pada 2014," ujarnya di Kantor KPPU Jakarta, Senin (9/1/2016).
Helmi menegaskan pertemuaan di lapangan golf antara petinggi Honda dan Yamaha, surat elektronik internal Yamaha sebagai barang bukti, dan kenaikan harga secara serentak saling terkait. Sehingga tim investigator yakin bahwa Honda dan Yamaha melakukan kartel.
Saat ini, sidang kasus dugaan kartel antara Honda dan Yamaha ini sudah mencapai fase musyawarah Majelis Komisi. Sedangkan hasil putusan akan dibacakan selambat-lambatnya 20 Februari 2017.
"Penyelidikan hingga persidangan perkara yang melibatkan Yamaha dan Honda berjalan sangat adil. Sesuai dengan due process of law. Para pihak, terlapor maupun investigator diberikan kesempatan yang cukup untuk mendapatkan keadilan," jelas Ketua KPPU M Syarkawi Rauf
Hasil Kesimpulan Tim Investigator KPPU:
1. Menyatakan terlapor 1 (Yamaha) dan terlapor 2 (Honda terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1991.
2. Menghukum terlapor 1 dan terlapor 2 berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor Lima Tahun 1991.
3. Merekomendasikan kepada Majelis Komisi untuk melarang terlapor 1 dan terlapor 2 menetapkan harga jual on the road sebagai harga refrensi untuk konsumen. Melainkan hanya sebatas harga off the road.
4. Merekomendasikan Majelis Komisi untuk memberikan saran kepada pemerintah, khususnya instansi terkait untuk melarang pelaku usaha otomotif memberikan harga refrensi kepada main dealer atau dealer dengan memasukan komponen harga bbn atau sejenisnya yang pada pokoknya harga tersebut bukan strujtur harga prinsipal pabrikan.
5. Biaya bbn, biaya tambahan lainnya yang dipungut negara dibayarkan atas dasar pilihan konsumen, tidak dipaksakan apakah akan dibayarkan sendiri atau melalui main dealer.
medcom.id, Jakarta: Komisi Pengawas Persaingan Usaha (KPPU) melanjutkan sidang dugaan kartel Honda dan Yamaha, Senin 9 Januari. Agenda sidang ini untuk membacakan kesimpulan dari tim investigator KPPU.
Menurut anggota Investigator KPPU, Helmi Nurjamil, diyakini Honda dan Yamaha benar-benar melakukan kartel seperti yang dituduhkan selama ini.
"Ada pola kenaikan skuter matik dari empat produsen pada 2012 dan 2014. Dari 2012 kenaikan independen. Tapi mulai ada kenaikan yang seragam dari 2 produsen yaitu Honda dan Yamaha pada 2014," ujarnya di Kantor KPPU Jakarta, Senin (9/1/2016).
Helmi menegaskan pertemuaan di lapangan golf antara petinggi Honda dan Yamaha, surat elektronik internal Yamaha sebagai barang bukti, dan kenaikan harga secara serentak saling terkait. Sehingga tim investigator yakin bahwa Honda dan Yamaha melakukan kartel.
Saat ini, sidang kasus dugaan kartel antara Honda dan Yamaha ini sudah mencapai fase musyawarah Majelis Komisi. Sedangkan hasil putusan akan dibacakan selambat-lambatnya 20 Februari 2017.
"Penyelidikan hingga persidangan perkara yang melibatkan Yamaha dan Honda berjalan sangat adil. Sesuai dengan
due process of law. Para pihak, terlapor maupun investigator diberikan kesempatan yang cukup untuk mendapatkan keadilan," jelas Ketua KPPU M Syarkawi Rauf
Hasil Kesimpulan Tim Investigator KPPU:
1. Menyatakan terlapor 1 (Yamaha) dan terlapor 2 (Honda terbukti secara sah dan meyakinkan melakukan pelanggaran Pasal 5 Ayat 1 Undang-Undang Nomor 5 tahun 1991.
2. Menghukum terlapor 1 dan terlapor 2 berdasarkan Pasal 47 Undang-Undang Nomor Lima Tahun 1991.
3. Merekomendasikan kepada Majelis Komisi untuk melarang terlapor 1 dan terlapor 2 menetapkan harga jual on the road sebagai harga refrensi untuk konsumen. Melainkan hanya sebatas harga off the road.
4. Merekomendasikan Majelis Komisi untuk memberikan saran kepada pemerintah, khususnya instansi terkait untuk melarang pelaku usaha otomotif memberikan harga refrensi kepada main dealer atau dealer dengan memasukan komponen harga bbn atau sejenisnya yang pada pokoknya harga tersebut bukan strujtur harga prinsipal pabrikan.
5. Biaya bbn, biaya tambahan lainnya yang dipungut negara dibayarkan atas dasar pilihan konsumen, tidak dipaksakan apakah akan dibayarkan sendiri atau melalui main dealer.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(HIL)