medcom.id, Jakarta: Pada balap MotoGP, para insinyur mesin mengembangkan jantung mekanis yang awet, kencang dan berteknologi tinggi. Termasuk penentuan konfigurasi pengapian mesin apakah screamer ataukah big bang, yang juga akan berpengaruh terhadap pengendalian tunggangan.
Pada dasarnya, perbedaan keduanya terletak pada jeda waktu pengapian antar silinder. Setiap konfigurasi tadi punya karakter berbeda, dan berpengaruh terhadap karakter pembalapnya, contohnya Casey Stoner yang juara dunia MotoGP dengan mesin screamer, tapi Valentino Rossi melempem di atas mesin ini.
Mesin screamer memiliki jeda waktu pengapian yang sama antar silinder, jadi jika ada 4 silinder, maka dibutuhkan 720 derajat perputaran crankshaft, karena proses pengapian setiap silinder dilakukan setiap crankshaft berputar 180 derajat.
Maka lain lagi dengan big bang, jeda pengapian tiap silindernya lebih singkat. Sehingga piston memiliki waktu istirahat sebelum pengapian berikutnya. Di MotoGP, diprediksi hanya butuh 90 derajat perputaran crankshaft untuk pengapian di 4 silinder.
Mesin big bang seakan-akan memberikan ban belakang waktu untuk mengcengkram trek kembali karena transfer tenaga ada sedikit jeda. Karakternya lebih halus, tak meledak-ledak dan mudah dikontrol saat keluar tikungan.
Berbeda dengan screamer yang transfer tenaga menuju roda sangat konstan dan membuat ban belakang sliding. Ban belakang harus bekerja ekstra keras dan pastinya akan cepat habis. Keunggulan mesin ini adalah sangat cepat di trek lurus.
Kedua karakter ini sebenarnya lebih terlihat pada zamannya GP500 bermesin 2-tak 500 cc, atau awal-awal mesin 4-tak digunakan. Karena saat ini gejala dan plus-minus setiap karakter tadi sudah banyak 'diakali' dengan beragam piranti elektronik.
Itulah kenapa banyak yang sering mengatakan, kalau nonton balap GP500 lebih menarik. Ya karena masih minim piranti elektronik, yang membuat karakter motor dan skill pemabalap lebih terlihat.
medcom.id, Jakarta: Pada balap MotoGP, para insinyur mesin mengembangkan jantung mekanis yang awet, kencang dan berteknologi tinggi. Termasuk penentuan konfigurasi pengapian mesin apakah
screamer ataukah
big bang, yang juga akan berpengaruh terhadap pengendalian tunggangan.
Pada dasarnya, perbedaan keduanya terletak pada jeda waktu pengapian antar silinder. Setiap konfigurasi tadi punya karakter berbeda, dan berpengaruh terhadap karakter pembalapnya, contohnya Casey Stoner yang juara dunia MotoGP dengan mesin
screamer, tapi Valentino Rossi melempem di atas mesin ini.
Mesin
screamer memiliki jeda waktu pengapian yang sama antar silinder, jadi jika ada 4 silinder, maka dibutuhkan 720 derajat perputaran
crankshaft, karena proses pengapian setiap silinder dilakukan setiap crankshaft berputar 180 derajat.
Maka lain lagi dengan
big bang, jeda pengapian tiap silindernya lebih singkat. Sehingga piston memiliki waktu istirahat sebelum pengapian berikutnya. Di MotoGP, diprediksi hanya butuh 90 derajat perputaran
crankshaft untuk pengapian di 4 silinder.
Mesin
big bang seakan-akan memberikan ban belakang waktu untuk mengcengkram trek kembali karena transfer tenaga ada sedikit jeda. Karakternya lebih halus, tak meledak-ledak dan mudah dikontrol saat keluar tikungan.
Berbeda dengan screamer yang transfer tenaga menuju roda sangat konstan dan membuat ban belakang
sliding. Ban belakang harus bekerja ekstra keras dan pastinya akan cepat habis. Keunggulan mesin ini adalah sangat cepat di trek lurus.
Kedua karakter ini sebenarnya lebih terlihat pada zamannya GP500 bermesin 2-tak 500 cc, atau awal-awal mesin 4-tak digunakan. Karena saat ini gejala dan plus-minus setiap karakter tadi sudah banyak 'diakali' dengan beragam piranti elektronik.
Itulah kenapa banyak yang sering mengatakan, kalau nonton balap GP500 lebih menarik. Ya karena masih minim piranti elektronik, yang membuat karakter motor dan skill pemabalap lebih terlihat.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)