Jakarta: Lalu-lalang skuter listrik di jalanan umum menjadi persoalan baru di DKI Jakarta. Alih-alih sebagai kendaraan alternatif, kendaraan bermotor kategori kecepatan rendah itu mulai memunculkan korban.
Tanpa regulasi, jumlah skuter listrik yang kian bertambah merambah ke jalanan umum. Berhadapan langsung dengan kendaraan umum roda empat dan roda dua dan kendaraan pribadi. Di trotoar, kehadiran skuter listrik juga menuai tentangan karena merupakan kendaraan bermesin sehingga bisa membahayakan pejalan kaki.
Aturan main yang jelas terhadap skuter listrik dan alat angkut pribadi lainnya seperti hoverboard dan unicycle harus ditetapkan pemerintah terutama pemerintah daerah. Ini untuk memastikan keselamatan dan keamanan pengguna jalan terus terjaga.
Dengan sejumlah polemik yang melingkup penggunaan skuter listrik, Komunitas Peduli Transportasi menyelenggarakan diskusi dengan tema “Quo Vadis Aturan Main Skuter Listrik”.
Dalam diskusi dipaparkan hasil penelitian Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) terkait pendapat masyarakat DKI mengenai skuter listrik, dimana sebagian besar masyarakat mendukung rencana pembatasan skuter listrik.
"Faktor rendahnya standar keamanan dan kurang tertibnya pengguna menjadi alasan utama publik mendukung pembatasan skuter listrik. Jangan keluarkan regulasi sebelum diuji ke publik." kata Rumaya Batubara, Pengamat Ekonomi Universitas Airlangga di acara diskusi, Jakarta, Kamis (28/22/2019).
Sementara itu Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja menyebutkan skuter listrik peruntukkannya bukan untuk mobilitas transportasi di Jakarta. Ia merasa sepeda listrik lebih relevan untuk penggunaan dan penempatannya di daerah pariwisata seperti TMII, Ancol, Monas dan lain sebagainya.
"Untuk pariwisata dan wilayahnya terisolisi okelah, tapi bukan untuk mobilitas. Jakarta tidak harus merepotkan diri sendiri dengan membuat aturan tentang skuter listrik. Saya yakin itu tidak akan ada relevansinya dan berdampak signifikan terhadap mobilitas di Jakarta," tegas Elisa.
Ia juga berharap pemerintah lebih fokus mengerjakan yang lain. "Ada opsi mobilitas micro yg lain, yakni sepeda yang lebih relevan. Tapi kalau skuter pakai platform mendingan di kawasan tertutup dan di daerah umum harus dibatasi," pungkas Elisa.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi juga telah menegaskan, skuter listrik (grabwheels) hanya boleh beredar di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta. Kebijakan ini merupakan kesepakatan Kemenhub dengan Grab, selaku penyedia jasa skuter listrik.
"Tidak boleh di jalan raya. Yang pasti sekarang ini sambil menunggu peraturan gubernur kesepakatan dengan pihak Grab hanya bisa digunakan di GBK," kata Budi di kantornya, Jumat, 22 November 2019.
Budi mengatakan akan segera mengeluarkan surat edaran terkait penggunaan skuter listrik. Surat edaran menyangkut tata cara penggunaan, usia pengguna, dan kecepatan skuter listrik.
Sejauh ini, kata dia, skuter listri masuk dalam golongan kendaraan bermotor. Ia menjelaskan kendaraan dengan kecepatan di bawah 20 kilometer per jam pada jalan rata bukan masuk klasifikasi kendaraan bermotor. Sebaliknya, apabila kecepatan di atas angka itu masuk klasifikasi motor.
"Nah kalau skuter kecepatan pada saat jalan tanjakan, 25 kilometer per jam misalnya, itu juga akan menjadi pertimbangan kami (dalam menggodok regulasi)," ujarnya.
Penggunaan skuter listrik masih menjadi polemik. Hingga kini, regulasinya masih diperbincangkan oleh beberapa pihak. Namun, dipastikan skuter listrik tidak boleh digunakan di jalan raya.
Jakarta: Lalu-lalang skuter listrik di jalanan umum menjadi persoalan baru di DKI Jakarta. Alih-alih sebagai kendaraan alternatif, kendaraan bermotor kategori kecepatan rendah itu mulai memunculkan korban.
Tanpa regulasi, jumlah skuter listrik yang kian bertambah merambah ke jalanan umum. Berhadapan langsung dengan kendaraan umum roda empat dan roda dua dan kendaraan pribadi. Di trotoar, kehadiran skuter listrik juga menuai tentangan karena merupakan kendaraan bermesin sehingga bisa membahayakan pejalan kaki.
Aturan main yang jelas terhadap skuter listrik dan alat angkut pribadi lainnya seperti hoverboard dan unicycle harus ditetapkan pemerintah terutama pemerintah daerah. Ini untuk memastikan keselamatan dan keamanan pengguna jalan terus terjaga.
Dengan sejumlah polemik yang melingkup penggunaan skuter listrik, Komunitas Peduli Transportasi menyelenggarakan diskusi dengan tema “Quo Vadis Aturan Main Skuter Listrik”.
Dalam diskusi dipaparkan hasil penelitian Research Institute of Socio-Economic Development (RISED) terkait pendapat masyarakat DKI mengenai skuter listrik, dimana sebagian besar masyarakat mendukung rencana pembatasan skuter listrik.
"Faktor rendahnya standar keamanan dan kurang tertibnya pengguna menjadi alasan utama publik mendukung pembatasan skuter listrik. Jangan keluarkan regulasi sebelum diuji ke publik." kata Rumaya Batubara, Pengamat Ekonomi Universitas Airlangga di acara diskusi, Jakarta, Kamis (28/22/2019).
Sementara itu Direktur Rujak Center for Urban Studies, Elisa Sutanudjaja menyebutkan skuter listrik peruntukkannya bukan untuk mobilitas transportasi di Jakarta. Ia merasa sepeda listrik lebih relevan untuk penggunaan dan penempatannya di daerah pariwisata seperti TMII, Ancol, Monas dan lain sebagainya.
"Untuk pariwisata dan wilayahnya terisolisi okelah, tapi bukan untuk mobilitas. Jakarta tidak harus merepotkan diri sendiri dengan membuat aturan tentang skuter listrik. Saya yakin itu tidak akan ada relevansinya dan berdampak signifikan terhadap mobilitas di Jakarta," tegas Elisa.
Ia juga berharap pemerintah lebih fokus mengerjakan yang lain. "Ada opsi mobilitas micro yg lain, yakni sepeda yang lebih relevan. Tapi kalau skuter pakai platform mendingan di kawasan tertutup dan di daerah umum harus dibatasi," pungkas Elisa.
Direktur Jenderal Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub) Budi Setiyadi juga telah menegaskan, skuter listrik (grabwheels) hanya boleh beredar di Kompleks Gelora Bung Karno (GBK) Senayan, Jakarta. Kebijakan ini merupakan kesepakatan Kemenhub dengan Grab, selaku penyedia jasa skuter listrik.
"Tidak boleh di jalan raya. Yang pasti sekarang ini sambil menunggu peraturan gubernur kesepakatan dengan pihak Grab hanya bisa digunakan di GBK," kata Budi di kantornya, Jumat, 22 November 2019.
Budi mengatakan akan segera mengeluarkan surat edaran terkait penggunaan skuter listrik. Surat edaran menyangkut tata cara penggunaan, usia pengguna, dan kecepatan skuter listrik.
Sejauh ini, kata dia, skuter listri masuk dalam golongan kendaraan bermotor. Ia menjelaskan kendaraan dengan kecepatan di bawah 20 kilometer per jam pada jalan rata bukan masuk klasifikasi kendaraan bermotor. Sebaliknya, apabila kecepatan di atas angka itu masuk klasifikasi motor.
"Nah kalau skuter kecepatan pada saat jalan tanjakan, 25 kilometer per jam misalnya, itu juga akan menjadi pertimbangan kami (dalam menggodok regulasi)," ujarnya.
Penggunaan skuter listrik masih menjadi polemik. Hingga kini, regulasinya masih diperbincangkan oleh beberapa pihak. Namun, dipastikan skuter listrik tidak boleh digunakan di jalan raya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id(UDA)