Jakarta: Persoalan emisi karbon serta rencana Indonesia menuju netralitas karbon pada tahun 2060 mendapatkan banyak sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengklaim penyumbang emisi karbon ternyata dari kendaraan bermotor.
Anggota Komisi VII DPR RI, Ramson Siagian, mengatakan data analisis menunjukan penghasil emisi karbon terbanyak itu adalah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Sedangkan emisi karbon yang dihasilkan pembangkit listrik lebih sedikit.
Oleh sebab itu, DPR kini sedang membahas Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Pembahasan RUU ini akan diarahkan ke energy transition, apalagi Indonesia telah membuat blueprint ke net zero emission (netralitas karbon) pada tahun 2060.
“Kalau sampai tahun 2060 jika (ekosistem) kendaraan menggunakan energi listrik (terbentuk), itu akan tercapai net zero emission, tapi kalau ini tidak (tercapai) bisa jadi hanya khayalan. Walaupun pemerintah sudah membuat blueprint pada tahun 2060, akan menjadi khayalan kalau pengembangan industri kendaraan bermotor yang menggunakan energi listrik tidak maju sepesat yang sesuai dengan perencanaannya,” ungkap Ramson dikutip dari situs resmi DPR RI.
Ramson melanjutkan, mungkin pembangkit listrik bisa dipaksakan sebelum tahun 2060 tidak menggunakan lagi energi primer seperti batu bara dan BBM, dan akan beralih menggunakan clean energy menuju green energy. Namun karena yang menghasilkan polusi terbesar merupakan kendaraan bermotor, sehingga peran dari industri kendaraan bermotor untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 sangatlah tinggi.
“Maka perlu masukan-masukan dari industri kendaraan bermotor dalam membahas RUU EBET. Seperti apa visi industri kendaraan bermotor ini mengenai transisi ke kendaraan bermotor yang menggunakan energi listrik atau electric vehicle. Dimana kendalanya. Kalau baterai, kapan kita bisa mandiri untuk memproduksi baterainya, saya pikir di industri yang tahu,” tutup Ramson.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Taufik Bawazier, berharap dengan adanya Inpres Nomor 7 Tahun 2022 tentang penggunaan kendaraan listrik sebagai tunggangan pegawai pemerintah bisa membuat implementasi penggunaan kendaraan listrik bisa lebih cepat. Kemenperin pun telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dalam percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, seperti Permenperin Nomor 36 Tahun 2021, Permenperin Nomor 6 Tahun 2022, Permenperin Nomor 28 Tahun 2020, serta Permenperin Nomor 7 Tahun 2022.
“Kami berharap pasar dapat tumbuh dan menerima, dan yang existing akan masuk ke arah sana. Perusahaan-perusahaan juga sudah punya roadmap planning dan rencana ke depannya, dan tentunya ada (tipe) hybrid, plug-in hybrid, full battery, dan hydrogen. Itu menjadi variasi teknologinya. Intinya bagaimana carbon emission itu berkurang, dan subsidi BBM dari pemerintah berkurang secara signifikan. Ini yang menjadi target pemerintah,” kata Taufik.
Jakarta: Persoalan emisi karbon serta rencana Indonesia menuju netralitas karbon pada tahun 2060 mendapatkan banyak sorotan dari berbagai pihak. Salah satunya adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang mengklaim penyumbang emisi karbon ternyata dari kendaraan bermotor.
Anggota Komisi VII DPR RI, Ramson Siagian, mengatakan data analisis menunjukan penghasil emisi karbon terbanyak itu adalah kendaraan bermotor yang menggunakan bahan bakar minyak (BBM). Sedangkan emisi karbon yang dihasilkan pembangkit listrik lebih sedikit.
Oleh sebab itu, DPR kini sedang membahas Rancangan Undang-Undang Energi Baru dan Energi Terbarukan (RUU EBET). Pembahasan RUU ini akan diarahkan ke energy transition, apalagi Indonesia telah membuat blueprint ke net zero emission (netralitas karbon) pada tahun 2060.
“Kalau sampai tahun 2060 jika (ekosistem) kendaraan menggunakan energi listrik (terbentuk), itu akan tercapai net zero emission, tapi kalau ini tidak (tercapai) bisa jadi hanya khayalan. Walaupun pemerintah sudah membuat blueprint pada tahun 2060, akan menjadi khayalan kalau pengembangan industri kendaraan bermotor yang menggunakan energi listrik tidak maju sepesat yang sesuai dengan perencanaannya,” ungkap Ramson dikutip dari situs resmi DPR RI.
Ramson melanjutkan, mungkin pembangkit listrik bisa dipaksakan sebelum tahun 2060 tidak menggunakan lagi energi primer seperti batu bara dan BBM, dan akan beralih menggunakan clean energy menuju green energy. Namun karena yang menghasilkan polusi terbesar merupakan kendaraan bermotor, sehingga peran dari industri kendaraan bermotor untuk mencapai net zero emission pada tahun 2060 sangatlah tinggi.
“Maka perlu masukan-masukan dari industri kendaraan bermotor dalam membahas RUU EBET. Seperti apa visi industri kendaraan bermotor ini mengenai transisi ke kendaraan bermotor yang menggunakan energi listrik atau electric vehicle. Dimana kendalanya. Kalau baterai, kapan kita bisa mandiri untuk memproduksi baterainya, saya pikir di industri yang tahu,” tutup Ramson.
Direktur Jenderal Industri Logam, Mesin, Alat Transportasi, dan Elektronika Kementerian Perindustrian (Kemenperin), Taufik Bawazier, berharap dengan adanya Inpres Nomor 7 Tahun 2022 tentang penggunaan kendaraan listrik sebagai tunggangan pegawai pemerintah bisa membuat implementasi penggunaan kendaraan listrik bisa lebih cepat. Kemenperin pun telah mengeluarkan sejumlah kebijakan dalam percepatan program kendaraan bermotor listrik berbasis baterai, seperti Permenperin Nomor 36 Tahun 2021, Permenperin Nomor 6 Tahun 2022, Permenperin Nomor 28 Tahun 2020, serta Permenperin Nomor 7 Tahun 2022.
“Kami berharap pasar dapat tumbuh dan menerima, dan yang existing akan masuk ke arah sana. Perusahaan-perusahaan juga sudah punya roadmap planning dan rencana ke depannya, dan tentunya ada (tipe) hybrid, plug-in hybrid, full battery, dan hydrogen. Itu menjadi variasi teknologinya. Intinya bagaimana carbon emission itu berkurang, dan subsidi BBM dari pemerintah berkurang secara signifikan. Ini yang menjadi target pemerintah,” kata Taufik.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ERA)