Mandalika: Di berbagai belahan dunia saat ini sedang mendorong penggunaan kendaraan hijau alias ramah lingkungan untuk mengurangi pencemaran lingkungan secara global. Meski demikian, harga untuk kendaraan ramah lingkungan ini tergolong masih mahal serta belum bisa diserap oleh masyarakat sepenuhnya.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebutkan bahwa harga kendaraan listrik di Indonesia masih jauh di atas daya beli kendaraan masyarakat yang ada di kisaran Rp250 - Rp300 juta. Sedangkan untuk saat ini, mobil listrik dengan harga rentang tersebut baru ada Wuling Air EV, selebihnya masih di atas Rp600 juta.
"Ini saya pikir cukup berat dan harganya cukup tinggi, jadi ada selisih harga sekitar Rp300 jutaan antara harga mobil listrik dengan harga kendaraan yang diminati masyarakat kita. Ini cukup berat," ujar Sekretaris Jenderal Gaikindo, Kukuh Kumara, beberapa waktu lalu.
Global General Manager Shell Eco-marathon (SEM), Norman Koch, juga menyebutkan setiap inovasi teknologi baru, seperti kendaraan berbahan bakar ramah lingkungan, selalu harganya lebih mahal. Hal itu karena biaya riset yang cukup mahal.
"Setiap kali kamu membeli kit baru, inovasi baru, harganya cenderung lebih mahal karena aku menganggap biaya pengembangan harus dipulihkan," kata Norman di Mandalika Nusa Tenggara Barat.
Norman kemudian menyebutkan bahwa program SEM menjadi salah satu sumbangsih untuk mempercepat kehadiran kendaraan hijau. Karena melalui program ini, khususnya melalui ide-ide para mahasiswa, kemudian lahir inovasi baru untuk di masa depan.
"Jadi ambil satu contoh, bobot mobil adalah hal yang sangat penting dalam Eco-marathon, semakin sedikit bobot yang harus anda kendarai, semakin sedikit energi yang berkurang di lintasan," ujarnya.
Dia menyebutkan salah satu inovasi yang ditunjukan adalah solusi untuk mengurangi bobot kendaraan. Jika penggunaan material serat karbon untuk body dinilai mahal, maka kemudian lahir ide menggunakan bambu yang lebih terjangkau untuk diolah dan menjadi body yang tidak kalah ringan. Saat ini pihaknya mencatat rata-rata bobot kendaraan yang berlaga di di SEM Indonesia 2022 ada di sekitar 23 - 24 kilogram.
"Dan itu lah yang mahasiswa lakukan. Mereka punya eksperimen, misalnya di SEM dengan bambu. Jadi setiap pengembangan meningkatkan tingkat efisiensi kecanggihan teknis atau mencapai hal yang sama tetapi dengan biaya yang lebih rendah," ujarnya.
Mandalika: Di berbagai belahan dunia saat ini sedang mendorong penggunaan kendaraan hijau alias ramah lingkungan untuk mengurangi pencemaran lingkungan secara global. Meski demikian, harga untuk kendaraan ramah lingkungan ini tergolong masih mahal serta belum bisa diserap oleh masyarakat sepenuhnya.
Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebutkan bahwa harga kendaraan listrik di Indonesia masih jauh di atas daya beli kendaraan masyarakat yang ada di kisaran Rp250 - Rp300 juta. Sedangkan untuk saat ini, mobil listrik dengan harga rentang tersebut baru ada Wuling Air EV, selebihnya masih di atas Rp600 juta.
"Ini saya pikir cukup berat dan harganya cukup tinggi, jadi ada selisih harga sekitar Rp300 jutaan antara harga mobil listrik dengan harga kendaraan yang diminati masyarakat kita. Ini cukup berat," ujar Sekretaris Jenderal Gaikindo, Kukuh Kumara, beberapa waktu lalu.
Global General Manager Shell Eco-marathon (SEM), Norman Koch, juga menyebutkan setiap inovasi teknologi baru, seperti kendaraan berbahan bakar ramah lingkungan, selalu harganya lebih mahal. Hal itu karena biaya riset yang cukup mahal.
"Setiap kali kamu membeli kit baru, inovasi baru, harganya cenderung lebih mahal karena aku menganggap biaya pengembangan harus dipulihkan," kata Norman di Mandalika Nusa Tenggara Barat.
Norman kemudian menyebutkan bahwa program SEM menjadi salah satu sumbangsih untuk mempercepat kehadiran kendaraan hijau. Karena melalui program ini, khususnya melalui ide-ide para mahasiswa, kemudian lahir inovasi baru untuk di masa depan.
"Jadi ambil satu contoh, bobot mobil adalah hal yang sangat penting dalam Eco-marathon, semakin sedikit bobot yang harus anda kendarai, semakin sedikit energi yang berkurang di lintasan," ujarnya.
Dia menyebutkan salah satu inovasi yang ditunjukan adalah solusi untuk mengurangi bobot kendaraan. Jika penggunaan material serat karbon untuk body dinilai mahal, maka kemudian lahir ide menggunakan bambu yang lebih terjangkau untuk diolah dan menjadi body yang tidak kalah ringan. Saat ini pihaknya mencatat rata-rata bobot kendaraan yang berlaga di di SEM Indonesia 2022 ada di sekitar 23 - 24 kilogram.
"Dan itu lah yang mahasiswa lakukan. Mereka punya eksperimen, misalnya di SEM dengan bambu. Jadi setiap pengembangan meningkatkan tingkat efisiensi kecanggihan teknis atau mencapai hal yang sama tetapi dengan biaya yang lebih rendah," ujarnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ERA)