Detroit: Ford Motor Company tak sekadar mengerem ambisi mobil listrik (electric vehicle/EV) tetapi juga merombak total strategi baterainya. Sepanjang akhir tahun 2025 ini, pabrikan asal Amerika Serikat (AS) tersebut membatalkan dua kesepakatan besar terkait baterai EV.
Hal itu mengenai usaha patungan senilai USD 11,4 miliar dengan SK On asal Korea Selatan serta perjanjian pasokan baterai USD 6,5 miliar dengan LG Energy Solution.
Di tengah perlambatan strategi EV, Ford justru mengalihkan fokus ke jenis baterai lain yang dirancang untuk kebutuhan berskala besar, yakni sistem penyimpanan energi untuk jaringan listrik.
Pada 2023, Ford menandatangani perjanjian lisensi dengan raksasa baterai China, CATL, untuk menggunakan teknologi lithium iron phosphate (LFP). Awalnya teknologi tersebut akan digunakan untuk memproduksi baterai mobil listrik Ford di dalam negeri. Namun arah kebijakan tersebut kini berubah.
Baca Juga:
Jangan Asal Beli Mobil Bekas, Hitung juga Pajak Tahunannya!
Dialihkan untuk Jaringan Listrik
Alih-alih digunakan pada kendaraan, teknologi LFP milik CATL kini akan dimanfaatkan untuk memproduksi baterai berukuran besar yang ditujukan bagi penyimpanan energi. Baterai ini dirancang untuk digunakan oleh perusahaan utilitas dan operator jaringan listrik.
“Mengingat kami sudah memiliki lisensi untuk memproduksi teknologi tersebut di Amerika Serikat, ditambah dengan pengalaman manufaktur Ford selama lebih dari satu abad dalam produksi berskala besar, langkah ini menjadi perluasan bisnis yang sangat masuk akal bagi kami,” ujar Wakil Presiden Ford untuk program platform teknologi dan sistem EV, Lisa Drake, kepada Bloomberg dan dikutip oleh Carscoops.
Namun, realisasi kerja sama ini tak lepas dari tantangan politik. Gubernur Virginia sebelumnya menolak rencana Ford membangun pabrik baterai berbasis teknologi CATL di wilayahnya karena keterkaitan perusahaan tersebut dengan China.
Ford kemudian memutuskan memindahkan proyek pabrik baterai ke Michigan dan menargetkan operasional penuh mulai tahun depan.
Seiring dorongan pemerintah Amerika Serikat untuk mengurangi ketergantungan pada produk China, Ford menilai strategi produksi baterai di dalam negeri lebih rasional dibandingkan terus mengimpor baterai buatan China yang selama ini sudah banyak digunakan di sektor energi AS.
Baca Juga:
Busi Palsu Banyak Beredar, Ini Ciri-ciri Busi NGK Asli
Ford juga mengungkapkan pihaknya telah berdiskusi dengan calon pelanggan terkait potensi penjualan sel baterai penyimpanan energi. Hasilnya, perusahaan mendapatkan respons yang sangat positif. Selain cocok untuk kendaraan listrik, sel baterai LFP dinilai ideal untuk sistem penyimpanan energi sehingga pergeseran strategi ini dinilai relevan.
Ke depan, Ford menargetkan pengembangan baterai berbiaya rendah hasil riset internal dengan memanfaatkan pembelajaran dari kerja sama lisensi bersama CATL. Menurut Drake, tanpa kemitraan tersebut, Ford membutuhkan waktu hingga satu dekade untuk mengejar dan mengembangkan teknologi LFP yang kompetitif secara mandiri.
Detroit: Ford Motor Company tak sekadar mengerem ambisi
mobil listrik (electric vehicle/EV) tetapi juga merombak total strategi baterainya. Sepanjang akhir tahun 2025 ini, pabrikan asal Amerika Serikat (AS) tersebut membatalkan dua kesepakatan besar terkait
baterai EV.
Hal itu mengenai usaha patungan senilai USD 11,4 miliar dengan SK On asal Korea Selatan serta perjanjian pasokan baterai USD 6,5 miliar dengan LG Energy Solution.
Di tengah perlambatan strategi EV, Ford justru mengalihkan fokus ke jenis baterai lain yang dirancang untuk kebutuhan berskala besar, yakni sistem penyimpanan energi untuk jaringan listrik.
Pada 2023, Ford menandatangani perjanjian lisensi dengan raksasa baterai China, CATL, untuk menggunakan teknologi lithium iron phosphate (LFP). Awalnya teknologi tersebut akan digunakan untuk memproduksi baterai mobil listrik Ford di dalam negeri. Namun arah kebijakan tersebut kini berubah.
Dialihkan untuk Jaringan Listrik
Alih-alih digunakan pada kendaraan, teknologi LFP milik CATL kini akan dimanfaatkan untuk memproduksi baterai berukuran besar yang ditujukan bagi penyimpanan energi. Baterai ini dirancang untuk digunakan oleh perusahaan utilitas dan operator jaringan listrik.
“Mengingat kami sudah memiliki lisensi untuk memproduksi teknologi tersebut di Amerika Serikat, ditambah dengan pengalaman manufaktur Ford selama lebih dari satu abad dalam produksi berskala besar, langkah ini menjadi perluasan bisnis yang sangat masuk akal bagi kami,” ujar Wakil Presiden Ford untuk program platform teknologi dan sistem EV, Lisa Drake, kepada Bloomberg dan dikutip oleh Carscoops.
Namun, realisasi kerja sama ini tak lepas dari tantangan politik. Gubernur Virginia sebelumnya menolak rencana Ford membangun pabrik baterai berbasis teknologi CATL di wilayahnya karena keterkaitan perusahaan tersebut dengan China.
Ford kemudian memutuskan memindahkan proyek pabrik baterai ke Michigan dan menargetkan operasional penuh mulai tahun depan.
Seiring dorongan pemerintah Amerika Serikat untuk mengurangi ketergantungan pada produk China, Ford menilai strategi produksi baterai di dalam negeri lebih rasional dibandingkan terus mengimpor baterai buatan China yang selama ini sudah banyak digunakan di sektor energi AS.
Ford juga mengungkapkan pihaknya telah berdiskusi dengan calon pelanggan terkait potensi penjualan sel baterai penyimpanan energi. Hasilnya, perusahaan mendapatkan respons yang sangat positif. Selain cocok untuk kendaraan listrik, sel baterai LFP dinilai ideal untuk sistem penyimpanan energi sehingga pergeseran strategi ini dinilai relevan.
Ke depan, Ford menargetkan pengembangan baterai berbiaya rendah hasil riset internal dengan memanfaatkan pembelajaran dari kerja sama lisensi bersama CATL. Menurut Drake, tanpa kemitraan tersebut, Ford membutuhkan waktu hingga satu dekade untuk mengejar dan mengembangkan teknologi LFP yang kompetitif secara mandiri.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)