Jakarta: Energi ramah lingkungan, khususnya kendaraan hijau, tidak melulu soal kendaraan listrik. Kendaraan dengan basis energi hidrogen pun berpeluang jadi andalan di masa depan.
Presiden Direktur PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Nandi Julyanto, melihat Indonesia memiliki kapasitas Energi Baru Terbarukan (EBT) yang begitu besar, bahkan dapat dikatakan berlimpah jumlah juga beraneka ragam dan tersebar di berbagai wilayah. Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang paling berpeluang dalam pengembangan EBT, salah satunya hidrogen hijau yang menjadi energi andalan bagi masa depan industri khususnya di sektor transportasi yang mengusung target reduksi emisi.
"Hidrogen hijau menjadi potensi baru sumber energi bersih yang hanya mengeluarkan uap air dan tidak meninggalkan residu di udara atau menambah emisi karbon gas rumah kaca, dan karenanya sangat mendukung pencapain target dekarbonisasi," ucap Nandi pada Rabu (8-11-2023) di Yogyakarta.
Potensi EBT hidrogen yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) tersebar terutama di Kalimantan Utara, Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Papua. Pemerintah mengklaim Indonesia memiliki potensi memproduksi listrik dari EBT dengan kapasitas 3.000 gigawatt (GW) dan potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 12,5 GW saat ini.
Sehingga Pemerintah optimis dapat menambah produksi listrik dari sumber EBT hingga mencapai 21 GW sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021 – 2030. Bahkan negara tetangga Singapura telah menyatakan menyerap hidrogen hijau produksi Indonesia untuk kebutuhan domestiknya.
“Pemanfaatan multi teknologi dari berbagai sumber energi yang berfokus pada reduksi emisi, manjadi suatu keniscayaan untuk mengejar target NZE demi masa depan hijau bagi seluruh generasi. Terutama di sektor transportasi yang digadang-gadang menjadi salah satu fokus utama dalam dekarbonisasi."
Kejar Target NZE Syaratkan Kolaborasi Semua Pihak
Pemanfaatan hidrogen ini juga sejalan dengan misi dekarbonisasi sektor manufaktur yang ditargetkan Kementerian Perindustrian RI pada tahun 2050 atau sepuluh tahun lebih dini dari target yang dicanangkan. Di sisi lain, Kementerian ESDM (Energi Sumber Daya dan Mineral) telah menjalankan program Renewable Energy Based in Industrial Development (REBID) dengan memanfaatkan pembangkit listrik tenaga air, tenaga surya, panas bumi, biomassa, dan hydrogen.
“Bahwa dalam pengejaran Net Zero Emission di Indonesia, multi-parties sudah bergerak untuk membuat 3 ekosistem: Biofuel, Baterai, Hidrogen. Untuk Hidrogen sudah ada Pertamina, PLN, Pabrik Pupuk, dan Samator. Dengan berbagai strategi hidrogen nasional yang dilakukan semua pihak, nyatanya Indonesia memiliki peluang besar dalam pengembangan hidrogen hijau agar tak tertinggal dengan kompetisi global dan tak lain kita segera wujudkan demi generasi kini hingga anak cucu kita di masa depan,” ujar Wakil Presiden Direktur PT TMMIN, Bob Azam.
Jakarta: Energi ramah lingkungan, khususnya kendaraan hijau, tidak melulu soal
kendaraan listrik. Kendaraan dengan basis energi hidrogen pun berpeluang jadi andalan di masa depan.
Presiden Direktur PT. Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN), Nandi Julyanto, melihat Indonesia memiliki kapasitas Energi Baru Terbarukan (EBT) yang begitu besar, bahkan dapat dikatakan berlimpah jumlah juga beraneka ragam dan tersebar di berbagai wilayah. Kondisi ini menjadikan Indonesia sebagai negara yang paling berpeluang dalam pengembangan EBT, salah satunya hidrogen hijau yang menjadi energi andalan bagi masa depan industri khususnya di sektor transportasi yang mengusung target reduksi emisi.
"Hidrogen hijau menjadi potensi baru sumber energi bersih yang hanya mengeluarkan uap air dan tidak meninggalkan residu di udara atau menambah emisi karbon gas rumah kaca, dan karenanya sangat mendukung pencapain target dekarbonisasi," ucap Nandi pada Rabu (8-11-2023) di Yogyakarta.
Potensi EBT hidrogen yang berasal dari Pembangkit Listrik Tenaga Air (PLTA) tersebar terutama di Kalimantan Utara, Aceh, Sumatra Barat, Sumatra Utara, dan Papua. Pemerintah mengklaim Indonesia memiliki potensi memproduksi listrik dari EBT dengan kapasitas 3.000 gigawatt (GW) dan potensi tersebut baru dimanfaatkan sekitar 12,5 GW saat ini.
Sehingga Pemerintah optimis dapat menambah produksi listrik dari sumber EBT hingga mencapai 21 GW sesuai dengan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL) PLN 2021 – 2030. Bahkan negara tetangga Singapura telah menyatakan menyerap hidrogen hijau produksi Indonesia untuk kebutuhan domestiknya.
“Pemanfaatan multi teknologi dari berbagai sumber energi yang berfokus pada reduksi emisi, manjadi suatu keniscayaan untuk mengejar target NZE demi masa depan hijau bagi seluruh generasi. Terutama di sektor transportasi yang digadang-gadang menjadi salah satu fokus utama dalam dekarbonisasi."
Kejar Target NZE Syaratkan Kolaborasi Semua Pihak
Pemanfaatan hidrogen ini juga sejalan dengan misi dekarbonisasi sektor manufaktur yang ditargetkan Kementerian Perindustrian RI pada tahun 2050 atau sepuluh tahun lebih dini dari target yang dicanangkan. Di sisi lain, Kementerian ESDM (Energi Sumber Daya dan Mineral) telah menjalankan program Renewable Energy Based in Industrial Development (REBID) dengan memanfaatkan pembangkit listrik tenaga air, tenaga surya, panas bumi, biomassa, dan hydrogen.
“Bahwa dalam pengejaran Net Zero Emission di Indonesia, multi-parties sudah bergerak untuk membuat 3 ekosistem: Biofuel, Baterai, Hidrogen. Untuk Hidrogen sudah ada Pertamina, PLN, Pabrik Pupuk, dan Samator. Dengan berbagai strategi hidrogen nasional yang dilakukan semua pihak, nyatanya Indonesia memiliki peluang besar dalam pengembangan hidrogen hijau agar tak tertinggal dengan kompetisi global dan tak lain kita segera wujudkan demi generasi kini hingga anak cucu kita di masa depan,” ujar Wakil Presiden Direktur PT TMMIN, Bob Azam.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)