Jakarta: Konsumen mobil di Indonesia mayoritas membeli mobil barunya tersebut dengan skema pembelian kredit. Bagi kamu yang baru pertama kali ingin mengambil kredit kendaraan, Asosiasi Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mewanti-wanti hal ini.
Ketua Umum APPI, Suwandi Wiratno, menyebutkan dari segi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) maka calon kreditur biasanya memiliki catatan bersih sehingga perusahaan pembiayaan tidak bisa melakukan pengecekan. Kemudian agar kredit lancar, nasabah juga harus bisa mengukur kemampuan diri sendiri.
"Bagaimana cara mengukur kemampuan? Sebenarnya sederhana, dari yang kita bawa pulang pendapatan kita. Kalau kita ingin beli sesuatu, 1/3 kita alokasikan untuk cicilannya, 1/3 untuk pengeluaran yang kita ketahui, dan 1/3 untuk keadaan-keadaan ang tidak duga," ujar Suwandi di Senopati Jakarta.
Suwandi juga menegaskan bahwasanya kalau memang belum tahu (kemampuan bayar) dan ingin membeli sesuatu, maka bisa tahan dulu. Pastikan memiliki kemampuan untuk membayarnya.
Waspada 'Lelah' Membayar Cicilan Jangka Panjang
Suwandi juga mengingatkan mengenai tren kredit saat ini memiliki tenor yang panjang. Jangan sampai waktu yang panjang ini membuat diri lelah untuk membayarnya.
"Sekarang ini pinjamanannya panjang, padahal masih ada 5 tahun. Jadi semua orang merasa dan berpikir 5 tahun masih bisa bayar cicilan."
"Kadang belum sampai garis finis, sudah menyerah, dijual (kendaraan)kepada pihak ketiga (di Bawah tangan tanpa sepengatahuan perusahaan pembiayaan), masuk ke kejadian pidana. Kejadian hidup yang dirasakan lama ini kadang-kadang membuat orang menjadi capek Lelah," beber Suwandi.
Hal ini kemudian akan berdampak buruk ke depannya. Bila ingin mengambil kredit untuk keperluan lainnya maka tidak akan bisa lagi.
Jakarta: Konsumen
mobil di Indonesia mayoritas
membeli mobil barunya tersebut dengan skema pembelian kredit. Bagi kamu yang baru pertama kali ingin mengambil kredit kendaraan, Asosiasi
Perusahaan Pembiayaan Indonesia (APPI) mewanti-wanti hal ini.
Ketua Umum APPI, Suwandi Wiratno, menyebutkan dari segi Sistem Layanan Informasi Keuangan (SLIK) maka calon kreditur biasanya memiliki catatan bersih sehingga perusahaan pembiayaan tidak bisa melakukan pengecekan. Kemudian agar kredit lancar, nasabah juga harus bisa mengukur kemampuan diri sendiri.
"Bagaimana cara mengukur kemampuan? Sebenarnya sederhana, dari yang kita bawa pulang pendapatan kita. Kalau kita ingin beli sesuatu, 1/3 kita alokasikan untuk cicilannya, 1/3 untuk pengeluaran yang kita ketahui, dan 1/3 untuk keadaan-keadaan ang tidak duga," ujar Suwandi di Senopati Jakarta.
Suwandi juga menegaskan bahwasanya kalau memang belum tahu (kemampuan bayar) dan ingin membeli sesuatu, maka bisa tahan dulu. Pastikan memiliki kemampuan untuk membayarnya.
Waspada 'Lelah' Membayar Cicilan Jangka Panjang
Suwandi juga mengingatkan mengenai tren kredit saat ini memiliki tenor yang panjang. Jangan sampai waktu yang panjang ini membuat diri lelah untuk membayarnya.
"Sekarang ini pinjamanannya panjang, padahal masih ada 5 tahun. Jadi semua orang merasa dan berpikir 5 tahun masih bisa bayar cicilan."
"Kadang belum sampai garis finis, sudah menyerah, dijual (kendaraan)kepada pihak ketiga (di Bawah tangan tanpa sepengatahuan perusahaan pembiayaan), masuk ke kejadian pidana. Kejadian hidup yang dirasakan lama ini kadang-kadang membuat orang menjadi capek Lelah," beber Suwandi.
Hal ini kemudian akan berdampak buruk ke depannya. Bila ingin mengambil kredit untuk keperluan lainnya maka tidak akan bisa lagi.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)