Jakarta: Marcell Kurniawan dan Roslianna Ginting dari The Real Driving Centre (RDC) baru-baru ini mengajukan kepada Mahkamah Konstitusi (MK) untuk untuk meninjau kembali syarat untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi (SIM) melalui Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Pasal 77 Ayat 3. Aksinya ini tentu menarik perhatian berbagai kalangan, termasuk sesama penggiat road safety (Keselamatan di jalan) lainnya yang juga berkecimpung di dunia yang sama dengan Marcell Kurniawan.
Pendiri dan Instruktur Jakarta Defensive Driving Consulting (JDDC), Jusri Pulubuhu, menyatakan dukungannya terhadap aksi kedua pasangan suami istri tersebut untuk meminta peninjauan kepada MK mengenai syarat kompetensi pemohon untuk mendapatkan SIM. Jusri juga sudah lama mengingatkan kalau sebaiknya pemohon SIM sudah menyelesaikan pelatihan dan mendapatkan sertifikat dari lembaga khusus yang memberikan materi-materi keselamatan berkendara.
"Sudah seharusnya kompetensi pemohon SIM didapatkan berdasarkan pelatihan yang tepat, bukan atas pengalaman. Karena berdasarkan pengalaman maka reaksi atas sebuah kejadian bisa berbeda-beda tergantung dengan pengalamannya. Berbeda dengan kompetensi berdasarkan pelatihan, maka mereka akan mendapatkan pengetahuan yang seragam dan standar sesuai dengan pelatihan," ungkap Jusri Rabu (30/1/2020) saat berbincang-bincang kepada Medcom.id.
Dia memberikan contoh sistem yang dijelaskan di atas sudah dilaksanakannya di negara-negara maju seperti Amerika Serikat. Para pemohon SIM harus melampirkan sertifikat dari lembaga pelatihan safety riding/driving sebagai salah satu syarat pembuatan SIM.
"Soal kompetensi tentu mereka akan diuji saat di pelatihan dan saat mendapatkan SIM. Kalau biaya pembuatannya SIM sendiri gratis, cuma mendapatkannya susah," cerita Jusri.
"Pada dasarnya saya setuju, dan mungkin segera akan menghubungi Marcell untuk memberikan dukungan. Saya salut dengan dia karena berani melakukan hal ini." sambungnya lagi.
Sedangkan pendapat yang berbeda dilontarkan oleh Director Training Safety Defensive Consultant (SDCI), Sony Susmana, yang menilai sah-sah saja seseorang untuk belajar sendiri. Mengingat kemampuan ini kemudian bakal diuji ketika hendak mendapatkan SIM.
"Selama yang bersangkutan memiliki kemampuan dalam menyerap dan memahami ilmu tersebut. Toh nantinya juga ada proses uji atau tes yang dilakukan oleh pihak Kepolisian," ungkap Sony Rabu (30/1/2020) melalui pesan singkatnya.
Sony lebih bahkan menekankan kepada proses pengujian kepada hendak mendapatkan SIM yang dilakukan oleh pihak Kepolisian. Menurut dia pengujian yang dilakukan kurang ketat dan standarnya tidak seragam satu dengan yang lain. "Proses memiliki SIM yang mudah serta penegakan hukum yang lemah akan berdampak kepada peningkatan jumlah kecelakaan jalan raya."
Dia pun memberikan beberapa masukan dalam mengatasi hal-hal yang disebutkan di atas. Mulai dari evaluasi proses pembuatan SIM yang ada selama ini, proses kepemilikan SIM diperketat dan uji kompetensi diserahkan kepada ahlinya, tindak tegas pelanggar yang tidak memiliki STNK dan SIM, hingga pihak yang berwajib memberikan contoh yang benar dan aman berkendara.
Undang-Undang No.22 Tahun 2009 Pasal 77 Ayat 3 menyebutkan, ""Untuk mendapatkan Surat Izin Mengemudi, calon Pengemudi harus memiliki kompetensi mengemudi yang dapat diperoleh melalui pendidikan dan pelatihan atau belajar sendiri."
Marcell menilai kata belajar sendiri yang ada di dalam ayat tersebut bertentangan dengan Ayat 1 yang berisikan, "Setiap orang yang mengemudikan Kendaraan Bermotor di Jalan wajib memiliki Surat Izin Mengemudi sesuai dengan jenis Kendaraan Bermotor yang dikemudikan."
Selain itu, soal pengakuan kompetensi seseorang juga sudah diatur di Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2003 Pasal 61 Ayat 3 tentang Sistem Pendidikan Nasional. "Sertifikat kompetensi diberikan oleh penyelenggara pendidikan dan lembaga pelatihan kepada peserta didik dan warga masyarakat sebagai pengakuan terhadap kompetensi untuk melakukan pekerjaan tertentu setelah lulus uji kompetensi yang diselenggarakan oleh satuan pendidikan yang terakreditasi atau lembaga sertifikasi."
"Di sini ditekankan untuk kompetensi seseorang dapat diakui maka perlu melalui pelatihan di Lembaga Pendidikan dan diakui kompetensinya oleh Lembaga Sertifikasi, sehingga dapat diartikan tidak dapat belajar sendiri," tulis Marcell.
Cek Berita dan Artikel yang lain di