Pandeglang: Teknologi transmisi otomatis kini terus berkembang dan terbagi menjadi beberapa jenis. Setiap jenis transmisi, membutuhkan spesifikasi oli yang berbeda dan harus tepat karena nyawa transmisi matik ada di oli.
Prinsip dasar transmisi matik menggunakan tekanan oli dan torque converter (TC) untuk menggerakkan perpindahan gigi. TC menggantikan kopling mekanis transmisi manual dan seluruh bagian kampas kopling matik ini terendam oli.
Apalagi, saat ini ada beragam jenis transmisi matic yang dipakai mobil di atas tahun 2000-an. Mulai elektronik, CVT serta dual clutch. “Setiap jenis transmisi ini mempunyai rekomendasi oli yang berbeda dan tidak boleh tertukar” tegas Service Advisor Auto2000 Pandeglang, Sunardi, melalui situs resmi Auto2000.
Lebih lanjut Sunardi memberikan contoh di mobil Toyota saja mempunyai tiga jenis oli matik yang berbeda. Avanza dan Rush menggunakan Dexron III, Sedangkan Kijang Innova dan Fortuner menggunakan T-IV, serta Camry dan Vios memakai ATF WS.
Sedangkan varian mobil yang menggunakan transmisi sistem CVT seperti Corolla Altis, memakai CVT Fluid. “Pemakaian oli yang salah tak hanya berdampak pada performa, tapi juga bisa merusak sistem kerja transmisi,” Lanjut Sunardi.
Perbedaan ini dipicu dari perbedaan sistem kerja tiap jenis matik. Pada transmisi matik konvensional, lebih sederhana karena tidak terdapat chips elektronik yang terendam oli. Oli hanya bertugas sebagai pelumas dan tenaga hidrolis bertekanan tinggi, yang membuat perpindahan gigi serta memutar kopling, sampai berlangsung perpindahan tenaga ke roda.
Tapi, buat transmisi yang menggunakan sistem elektronik, mempunyai rangkaian elektronik yang terendam di dalam oli. Otomatis membutuhkan spesifikasi oli yang ramah terhadap perangkat ini. “Oli tidak boleh menghantar arus listrik. Jika menggunakan oli matik jenis konvensional, maka perangkat ini bisa rusak,” tegasnya.
Terlebih lagi sistem Continuously Variable Transmission (CVT) yang tergolong teknologi matik terbaru ini lebih rumit. “Tidak ditemukan roda gigi seperti transmisi matik konvensional. Diganti dua puli yang dihubungkan sabuk baja (belt). CVT bergerak dengan dinamis. RPM naik akan disesuaikan kecepatan,” tambahnya.
Pergerakan CVT ini diperintah oleh sistem komputer yang terdapat pada ECU. Makanya, perlu oli dengan spesifikasi khusus yang ramah terhadap puli dan juga bisa mengikuti kecepatan dari perintah computer. Bila salah memasukkan oli, resiko paling kecil akan terjadi slip pada puli. Sehingga, transmisi ini tak bisa menyalurkan tenaga yang optimal ke roda. Resiko terbesar, kerusakan pada sistem transmisinya.
Pandeglang: Teknologi transmisi otomatis kini terus berkembang dan terbagi menjadi beberapa jenis. Setiap jenis transmisi, membutuhkan spesifikasi oli yang berbeda dan harus tepat karena nyawa transmisi matik ada di oli.
Prinsip dasar transmisi matik menggunakan tekanan oli dan torque converter (TC) untuk menggerakkan perpindahan gigi. TC menggantikan kopling mekanis transmisi manual dan seluruh bagian kampas kopling matik ini terendam oli.
Apalagi, saat ini ada beragam jenis transmisi matic yang dipakai mobil di atas tahun 2000-an. Mulai elektronik, CVT serta dual clutch. “Setiap jenis transmisi ini mempunyai rekomendasi oli yang berbeda dan tidak boleh tertukar” tegas Service Advisor Auto2000 Pandeglang, Sunardi, melalui situs resmi Auto2000.
Lebih lanjut Sunardi memberikan contoh di mobil Toyota saja mempunyai tiga jenis oli matik yang berbeda. Avanza dan Rush menggunakan Dexron III, Sedangkan Kijang Innova dan Fortuner menggunakan T-IV, serta Camry dan Vios memakai ATF WS.
Sedangkan varian mobil yang menggunakan transmisi sistem CVT seperti Corolla Altis, memakai CVT Fluid. “Pemakaian oli yang salah tak hanya berdampak pada performa, tapi juga bisa merusak sistem kerja transmisi,” Lanjut Sunardi.
Perbedaan ini dipicu dari perbedaan sistem kerja tiap jenis matik. Pada transmisi matik konvensional, lebih sederhana karena tidak terdapat chips elektronik yang terendam oli. Oli hanya bertugas sebagai pelumas dan tenaga hidrolis bertekanan tinggi, yang membuat perpindahan gigi serta memutar kopling, sampai berlangsung perpindahan tenaga ke roda.
Tapi, buat transmisi yang menggunakan sistem elektronik, mempunyai rangkaian elektronik yang terendam di dalam oli. Otomatis membutuhkan spesifikasi oli yang ramah terhadap perangkat ini. “Oli tidak boleh menghantar arus listrik. Jika menggunakan oli matik jenis konvensional, maka perangkat ini bisa rusak,” tegasnya.
Terlebih lagi sistem Continuously Variable Transmission (CVT) yang tergolong teknologi matik terbaru ini lebih rumit. “Tidak ditemukan roda gigi seperti transmisi matik konvensional. Diganti dua puli yang dihubungkan sabuk baja (belt). CVT bergerak dengan dinamis. RPM naik akan disesuaikan kecepatan,” tambahnya.
Pergerakan CVT ini diperintah oleh sistem komputer yang terdapat pada ECU. Makanya, perlu oli dengan spesifikasi khusus yang ramah terhadap puli dan juga bisa mengikuti kecepatan dari perintah computer. Bila salah memasukkan oli, resiko paling kecil akan terjadi slip pada puli. Sehingga, transmisi ini tak bisa menyalurkan tenaga yang optimal ke roda. Resiko terbesar, kerusakan pada sistem transmisinya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)