Jakarta: Indonesia terus mendorong pertumbuhan populasi kendaraan listrik di Indonesia. Namun riset menunjukan bahwa pertumbuhan populasi di jalanan ini juga berpengaruh dengan pertumbuhan infrastruktur pendukung.
Populix baru saja merilis hasil riset dengan judul Electric Vehicle Dynamics: Unveiling Consumer Perspectives and Market Insights. Risetnya dilakukan pada 15-25 Maret 2024 kepada 350 orang responden yang memiliki kendaraan listrik.
Salah satu yang ditunjukan dalam riset tersebut adalah 65 persen pengguna kendaraan listrik masih memiliki kekhawatiran terkait sisa baterai saat berkendara. Selain itu isu-isu kapasitas jarak tempuh yang terbatas sebesar 61 persen serta bengkel yang tidak menerima perbaikan kendaraan ev sebanyak 49 persen.
CEO & Co-Founder Populix, Timothy Astandu, menyatakan bahwa kolaborasi antara regulator dan produsen EV sangat penting untuk mengatasi tantangan seperti aksesibilitas, jarak tempuh, biaya, dan ketersediaan infrastruktur pengisian daya. Hal ini krusial untuk integrasi kendaraan listrik dalam mobilitas sehari-hari konsumen.
"Sinergi antara regulator dan produsen EV adalah kunci untuk mendorong adopsi kendaraan listrik secara lebih luas serta meningkatkan pertumbuhan industri ini di Indonesia," tambah Astandu di Jakarta Selatan pada Kamis (6-6-2024).
Riset Populix juga mengungkap dinamika penggunaan kendaraan listrik di Indonesia. Sebanyak 59 persen responden merasa pengisian daya kendaraan listrik paling nyaman dilakukan di rumah, sementara hanya 15 persen yang menggunakan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Lokasi penukaran baterai kendaraan listrik yang paling populer adalah di lokasi brand resmi (78 persen), diikuti oleh stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) sebesar 42 persen.
Frekuensi penggunaan SPKLU atau SPBKLU bervariasi, dengan 55 persen responden melakukan pengisian daya di tempat tersebut setidaknya satu kali seminggu, dan sebagian kecil bahkan menggunakannya setiap hari.
Jakarta: Indonesia terus mendorong pertumbuhan populasi
kendaraan listrik di Indonesia. Namun riset menunjukan bahwa pertumbuhan populasi di jalanan ini juga berpengaruh dengan pertumbuhan
infrastruktur pendukung.
Populix baru saja merilis hasil riset dengan judul
Electric Vehicle Dynamics: Unveiling Consumer Perspectives and Market Insights. Risetnya dilakukan pada 15-25 Maret 2024 kepada 350 orang responden yang memiliki kendaraan listrik.
Salah satu yang ditunjukan dalam riset tersebut adalah 65 persen pengguna kendaraan listrik masih memiliki kekhawatiran terkait sisa baterai saat berkendara. Selain itu isu-isu kapasitas jarak tempuh yang terbatas sebesar 61 persen serta bengkel yang tidak menerima perbaikan kendaraan ev sebanyak 49 persen.
CEO & Co-Founder Populix, Timothy Astandu, menyatakan bahwa kolaborasi antara regulator dan produsen EV sangat penting untuk mengatasi tantangan seperti aksesibilitas, jarak tempuh, biaya, dan ketersediaan infrastruktur pengisian daya. Hal ini krusial untuk integrasi kendaraan listrik dalam mobilitas sehari-hari konsumen.
"Sinergi antara regulator dan produsen EV adalah kunci untuk mendorong adopsi kendaraan listrik secara lebih luas serta meningkatkan pertumbuhan industri ini di Indonesia," tambah Astandu di Jakarta Selatan pada Kamis (6-6-2024).
Riset Populix juga mengungkap dinamika penggunaan kendaraan listrik di Indonesia. Sebanyak 59 persen responden merasa pengisian daya kendaraan listrik paling nyaman dilakukan di rumah, sementara hanya 15 persen yang menggunakan stasiun pengisian kendaraan listrik umum (SPKLU). Lokasi penukaran baterai kendaraan listrik yang paling populer adalah di lokasi brand resmi (78 persen), diikuti oleh stasiun penukaran baterai kendaraan listrik umum (SPBKLU) sebesar 42 persen.
Frekuensi penggunaan SPKLU atau SPBKLU bervariasi, dengan 55 persen responden melakukan pengisian daya di tempat tersebut setidaknya satu kali seminggu, dan sebagian kecil bahkan menggunakannya setiap hari.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)