medcom.id, Jakarta: Renault mencoba lagi peruntungannya di Indonesia dengan menyasar segmen pasar yang kini sedang berkembang pesat. Calon pembeli mobil pertama dan kedua yang sensitif terhadap harga.
Kwid menjadi andalannya. Daya tarik utama crossover ini adalah impresi kualitas ala Eropa yang ditawarkan dalam harga terjangkau, Rp 117 juta on the road Jakarta. Melihatnya banderol harganya, wajar banyak yang menggolongkan Kwid dalam kelas low cost green car (LCGC).
"Tapi ini bukan LCGC," bantah Head of Sales and Marketing Division PT Auto Euro Indonesia, Ario Soerjo, saat launching Renault Kwid, di Jakarta, Rabu (19/10/2016).
Selain harga, kapasitas mesin Kwid yang 1000cc juga sesuai aturan main LCGC yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) 33/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau. Produk hukum tersebut turunan dari program mobil emisi karbon rendah atau low emission carbon (LEC) yang diatur dalam PP 41/2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Di dalam Permenperin 33/2013 dipaparkan detail spesifikasi mobil LCGC sebagai syarat mendapatkan subsidi atas pajak barang mewah sebagaimana diatur PP 42/2013. Di antaranya penggunaan mesin motor bakar cetus api kapasitas kapasitas 980-1200 cc dengan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) RON 92 sedikitnya 20 km/liter.
Besaran harga jual LCGC juga ditetapkan paling tinggi Rp 95 juta per unit dihitung berdasarkan lokasi kantor pusat APM. Tapi ada ruang keleluasaan bagi APM menyesuaikan harga yang hitungannya mencakup besaran inflasi, kurs nilai tukar Rupiah dan/atau harga bahan baku. Termasuk juga penggunaan transmisi otomatis dan/atau teknologi pengaman penumpang.
Renault Kwid yang ditenagai mesin tiga silinder 1000cc memenuhi persyaratan pertama. Persyaratan dua juga dipenuhi sebab fitur dan harganya beda-beda tipis dengan duo kembar Agya-Alya dan Calya-Sigra dari Toyota-Daihatsu, Honda Brio Satya, Suzuki Karimun Wagon R serta Datsun Go+ dan Go+ Panca.
Permenperin 33/2013 dan PP 41/2013 juga tegas mensyaratkan penggunaan komponen lokal yang sebesar-besarnya dalam setiap unit LCGC. Semakin banyak komponen lokal yang diserap, makin banyak pula insentif pajak pertambahan nilai barang mewah yang pemerintah berikan. Tujuan mulia dari aturan tersebut adalah mendorong tumbuhnya industri komponen otomotif nasional.
Demi tujuan yang sama dan membuka lapangan kerja baru, maka proses pembuatan LCGC pun disyaratkan dilakukan di dalam negeri. Minimal dirakit di dalam negeri. Perlu diketahui bahwa Agya-Alya sejak masih di meja gambar, sepenuhnya dilakukan oleh tenaga ahli dalam negeri yang direkrut oleh Toyota-Daihatsu.
Tidak cukup itu, LCGC wajib menggunakan tambahan merek Indonesia. Ini mencakup termasuk model dan logo yang mencerminkan Indonesia. Aturan ini yang membuat Agya-Alya dan Calya-Sigra tidak menyematkan logo Toyota-Daihatsu di muka mobil, serta ada tambahan Panca dan Satya masing-masing untuk Datsun Go+ dan Honda Brio (yang membedakannya dengan versi city car 1300cc).
Tiga syarat terakhir tidak dipenuhi Kwid. Seluruh proses pembuatan berlangsung di fasilitas produksi Renault di India. Kwid yang segera dipasarkan di Indonesia bahkan didatangkan completly build up (CBU) dari India.
Tidak dirakit di fasilitas produksi Nissan di Indonesia, mengingat Nissan beraliansi dengan Renault. Tidak juga dirakit atau dibangun oleh Indomobil Group yang merupakan induk perusahaan PT Auto Euro Indonesia, distributor Renault.
Tanpa ada potongan PPnBM, bagaimana hitung-hitungannya sehingga Kwid bisa dijual seharga LCGC?
"Ini keunggulan kita, harga yang dihadirkan kompetitif," tutup Ario untuk pertanyaan yang dianggapnya rahasia dapur PT Auto Euro Indonesia.
medcom.id, Jakarta: Renault mencoba lagi peruntungannya di Indonesia dengan menyasar segmen pasar yang kini sedang berkembang pesat. Calon pembeli mobil pertama dan kedua yang sensitif terhadap harga.
Kwid menjadi andalannya. Daya tarik utama crossover ini adalah impresi kualitas ala Eropa yang ditawarkan dalam harga terjangkau, Rp 117 juta on the road Jakarta. Melihatnya banderol harganya, wajar banyak yang menggolongkan Kwid dalam kelas low cost green car (LCGC).
"Tapi ini bukan LCGC," bantah Head of Sales and Marketing Division PT Auto Euro Indonesia, Ario Soerjo, saat launching Renault Kwid, di Jakarta, Rabu (19/10/2016).
Selain harga, kapasitas mesin Kwid yang 1000cc juga sesuai aturan main LCGC yang tertuang dalam Peraturan Menteri Perindustrian (Permenperin) 33/2013 tentang Pengembangan Produksi Kendaraan Bermotor Roda Empat yang Hemat Energi dan Harga Terjangkau. Produk hukum tersebut turunan dari program mobil emisi karbon rendah atau low emission carbon (LEC) yang diatur dalam PP 41/2013 tentang Barang Kena Pajak yang Tergolong Mewah Berupa Kendaraan Bermotor yang Dikenai Pajak Penjualan atas Barang Mewah.
Di dalam Permenperin 33/2013 dipaparkan detail spesifikasi mobil LCGC sebagai syarat mendapatkan subsidi atas pajak barang mewah sebagaimana diatur PP 42/2013. Di antaranya penggunaan mesin motor bakar cetus api kapasitas kapasitas 980-1200 cc dengan konsumsi bahan bakar minyak (BBM) RON 92 sedikitnya 20 km/liter.
Besaran harga jual LCGC juga ditetapkan paling tinggi Rp 95 juta per unit dihitung berdasarkan lokasi kantor pusat APM. Tapi ada ruang keleluasaan bagi APM menyesuaikan harga yang hitungannya mencakup besaran inflasi, kurs nilai tukar Rupiah dan/atau harga bahan baku. Termasuk juga penggunaan transmisi otomatis dan/atau teknologi pengaman penumpang.
Renault Kwid yang ditenagai mesin tiga silinder 1000cc memenuhi persyaratan pertama. Persyaratan dua juga dipenuhi sebab fitur dan harganya beda-beda tipis dengan duo kembar Agya-Alya dan Calya-Sigra dari Toyota-Daihatsu, Honda Brio Satya, Suzuki Karimun Wagon R serta Datsun Go+ dan Go+ Panca.
Permenperin 33/2013 dan PP 41/2013 juga tegas mensyaratkan penggunaan komponen lokal yang sebesar-besarnya dalam setiap unit LCGC. Semakin banyak komponen lokal yang diserap, makin banyak pula insentif pajak pertambahan nilai barang mewah yang pemerintah berikan. Tujuan mulia dari aturan tersebut adalah mendorong tumbuhnya industri komponen otomotif nasional.
Demi tujuan yang sama dan membuka lapangan kerja baru, maka proses pembuatan LCGC pun disyaratkan dilakukan di dalam negeri. Minimal dirakit di dalam negeri. Perlu diketahui bahwa Agya-Alya sejak masih di meja gambar, sepenuhnya dilakukan oleh tenaga ahli dalam negeri yang direkrut oleh Toyota-Daihatsu.
Tidak cukup itu, LCGC wajib menggunakan tambahan merek Indonesia. Ini mencakup termasuk model dan logo yang mencerminkan Indonesia. Aturan ini yang membuat Agya-Alya dan Calya-Sigra tidak menyematkan logo Toyota-Daihatsu di muka mobil, serta ada tambahan Panca dan Satya masing-masing untuk Datsun Go+ dan Honda Brio (yang membedakannya dengan versi city car 1300cc).
Tiga syarat terakhir tidak dipenuhi Kwid. Seluruh proses pembuatan berlangsung di fasilitas produksi Renault di India. Kwid yang segera dipasarkan di Indonesia bahkan didatangkan completly build up (CBU) dari India.
Tidak dirakit di fasilitas produksi Nissan di Indonesia, mengingat Nissan beraliansi dengan Renault. Tidak juga dirakit atau dibangun oleh Indomobil Group yang merupakan induk perusahaan PT Auto Euro Indonesia, distributor Renault.
Tanpa ada potongan PPnBM, bagaimana hitung-hitungannya sehingga Kwid bisa dijual seharga LCGC?
"Ini keunggulan kita, harga yang dihadirkan kompetitif," tutup Ario untuk pertanyaan yang dianggapnya rahasia dapur PT Auto Euro Indonesia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(LHE)