Seoul: Energi baru terbarukan untuk kendaraan tidak terbatas kepada energi listrik saja, karena ada hidrogen juga. Tetapi sayangnya kendaraan-kendaraan hidrogen tampaknya masih kalah pamor dengan kendaraan listrik.
Sebagai contoh saja, Toyota sudah memulai riset teknologi hidrogen sejak tahun 1992. Kemudian Toyota Mirai lahir dan pertama kalinya mulai dipasarkan pada tahun 2014.
Kemudian Hyundai juga mengembangkan teknologi hidrogen dan akhirnya melahirkan Tucson FCEV pada tahun 2013, dan kemudian digantikan Hyundai Nexo pada tahun 2018. Selain itu, mereka juga mengembangkan Xcient berbasis energi hidrogen.
"Sejauh ini perusahaan telah mengembangkan teknologi terkait hidrogen. Dari tahun 2013 kami sudah memproduksi kendaraan hidrogen pertamanya," kata Head of Battery Development Center Hyundai Motor Group (HMG), Chang Hwan Kim, di Namyang Korea Selatan.
Baca Juga:
Peranan SNI untuk Ekosistem Kendaraan Listrik
Chang mengakui kendaraan hidrogen saat ini masih kalah pamor dengan kendaraan listrik. Salah satu yang menjadi dugaannya adalah ketersediaan infrastruktur pengisian hidrogen. "Karena menurut kami terkait customer. Customer menganggap hidrogen masih kaku, terkait dengan infrastruktur. Infrastruktur juga sangat penting," ucapnya.
Meski kalah pamor, perusahaan tetap mengembangkan kendaraan hidrogen. Langkah mereka ini ditujukan untuk melawan polusi udara, selain menggunakan kendaraan listrik. "Bagi kami, kami menganggap bahwa polusi merupakan masalah besar di dunia. Jadi untuk mengatasi polusi, kami berfokus untuk meluncurkan kendaraan hidrogen selain Nexo," ujar Chang.
Semangat Hyundai ini berbeda dengan Honda yang tergolong pesimis dengan teknologi Hidrogen. CEO Honda Motor Co Toshihiro Mibe meyakini mobil hidrogen tidak akan pernah populer di masyarakat. "Jadi sepuluh tahun yang lalu kami memutuskan tidak lagi mengembangkan mobil itu (Honda Clarity)," ucap Mibe pada tahun 2022 dikutip dari Automotive News.
Jenama asal Jepang ini menemukan kenyataan pengembangan hidrogen membutuhkan teknologi yang sangat canggih dan mahal. Sehingga mereka melihat hidrogen tidak akan diterima dengan baik oleh masyarakat dunia.
Seoul: Energi baru terbarukan untuk kendaraan tidak terbatas kepada energi listrik saja, karena ada hidrogen juga. Tetapi sayangnya kendaraan-kendaraan hidrogen tampaknya masih kalah pamor dengan kendaraan listrik.
Sebagai contoh saja, Toyota sudah memulai riset teknologi hidrogen sejak tahun 1992. Kemudian Toyota Mirai lahir dan pertama kalinya mulai dipasarkan pada tahun 2014.
Kemudian Hyundai juga mengembangkan teknologi hidrogen dan akhirnya melahirkan Tucson FCEV pada tahun 2013, dan kemudian digantikan Hyundai Nexo pada tahun 2018. Selain itu, mereka juga mengembangkan Xcient berbasis energi hidrogen.
"Sejauh ini perusahaan telah mengembangkan teknologi terkait hidrogen. Dari tahun 2013 kami sudah memproduksi kendaraan hidrogen pertamanya," kata Head of Battery Development Center Hyundai Motor Group (HMG), Chang Hwan Kim, di Namyang Korea Selatan.
Baca Juga:
Peranan SNI untuk Ekosistem Kendaraan Listrik
Chang mengakui kendaraan hidrogen saat ini masih kalah pamor dengan kendaraan listrik. Salah satu yang menjadi dugaannya adalah ketersediaan infrastruktur pengisian hidrogen. "Karena menurut kami terkait customer. Customer menganggap hidrogen masih kaku, terkait dengan infrastruktur. Infrastruktur juga sangat penting," ucapnya.
Meski kalah pamor, perusahaan tetap mengembangkan kendaraan hidrogen. Langkah mereka ini ditujukan untuk melawan polusi udara, selain menggunakan kendaraan listrik. "Bagi kami, kami menganggap bahwa polusi merupakan masalah besar di dunia. Jadi untuk mengatasi polusi, kami berfokus untuk meluncurkan kendaraan hidrogen selain Nexo," ujar Chang.
Semangat Hyundai ini berbeda dengan Honda yang tergolong pesimis dengan teknologi Hidrogen. CEO Honda Motor Co Toshihiro Mibe meyakini mobil hidrogen tidak akan pernah populer di masyarakat. "Jadi sepuluh tahun yang lalu kami memutuskan tidak lagi mengembangkan mobil itu (Honda Clarity)," ucap Mibe pada tahun 2022 dikutip dari Automotive News.
Jenama asal Jepang ini menemukan kenyataan pengembangan hidrogen membutuhkan teknologi yang sangat canggih dan mahal. Sehingga mereka melihat hidrogen tidak akan diterima dengan baik oleh masyarakat dunia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(UDA)