Hal ini disampaikan oleh Pakar transportasi PUSTRAL UGM, Iwan Puja Riyadi, yang menilai tantangan logistik bukan terletak pada regulasi, melainkan pada komitmen pengusaha untuk mengoperasikan kendaraan sesuai kapasitas.
“Kendala distribusi tidak berkaitan langsung dengan Zero ODOL, tapi dapat diatasi dengan tanggung jawab pengusaha untuk meningkatkan frekuensi atau armada pengiriman yang sesuai kapasitas,” ujar Iwan dikutip dari Antara.
Iwan menegaskan praktik ODOL selama ini hanya menguntungkan segelintir pihak, serta menimbulkan risiko besar bagi keselamatan pengguna jalan dan infrastruktur.
Baca Juga: Pasang Pengisian Daya di Rumah Dapat Subsidi? |
“Ada kecenderungan pengusaha berlaku curang dan serakah. Mereka memuat lebih banyak barang dari kapasitas kendaraan dengan dalih efisiensi, padahal membahayakan keselamatan pengendara lain dan menyebabkan kerusakan infrastruktur,” jelasnya.
Lebih lanjut, Iwan mengungkap kecelakaan karena rem blong kerap kali terjadi akibat beban muatan berlebih, bukan hanya karena kerusakan teknis.
“Jika muatan melebihi kapasitas, misalnya truk yang seharusnya mengangkut maksimal 8 ton dibebani lebih, maka rem bisa gagal berfungsi maksimal,” ujarnya.
ODOL juga disebut sebagai penyebab utama kerusakan jalan karena beban yang tidak sesuai dengan kelas jalan. Ini berdampak pada peningkatan biaya pemeliharaan infrastruktur dan membebani anggaran negara.
Baca Juga: Sensasi Jet Pribadi di Kabin Mercedes-Benz Sprinter |
Iwan mendorong semua pihak agar mampu membedakan antara aspek teknis kendaraan yang diatur dalam kebijakan Zero ODOL dengan isu distribusi logistik. Ia juga menekankan pentingnya penegakan hukum secara konsisten.
“Dengan zero ODOL, kita memberi proteksi pada pengusaha yang taat aturan sekaligus menjaga keselamatan pengendara lain. Ini bukan sekadar aturan, tapi bentuk perlindungan,” tambahnya.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News