Jakarta: Anggota Komisi VII DPR RI, Ratna Juwita Sari, mengungkapkan pemanfaatan kendaraan listrik memang bisa mengurangi emisi dari energi fosil pada kendaraan. Meski demikian, anggota legislatif ini menilai pemberian subsidi dan insentif kendaraan listrik tidak efektif, sekaligus teknologi ini belum 100 persen ramah lingkungan.
"Kami melihat kebijakan subsidi kendaraan listrik masih belum tepat sasaran. Insentif yang awalnya diharapkan mempercepat penurunan emisi gas buang, namun di hulunya tetap saja pembangkit listriknya masih banyak menimbulkan polusi," ungkap Ratna di Senayan, Jakarta, pada Rabu (7-6-2023).
Dijelaskannya, saat ini bauran bahan bakar pembangkit listrik nasional masih didominasi oleh batubara sebesar 70 persen, kemudian gas sebanyak 22 persen, dan energi baru terbarukan yang 12 persen saja dipakai.
Oleh sebabnya Ia berharap pemerintah kembali mengkaji kebijakan subsidi kendaraan listrik dan mulai berfokus untuk mengganti penggunaan batubara dan gas sebagai sumber energi listrik menjadi energi baru terbarukan.
Baca Juga:
Cara Unik V-Kool Edukasi Kaca Film Berlapis Emas Bareng Film Transformers
Dia kemudian menyoroti kebijakan insentif pajak bagi kendaraan listrik, baik mobil dan motor, juga tak efektif memberi stimulasi. Hal ini terbukti dengan tren penjualannya yang landai setelah Menteri Keuangan, Sri Mulyani, merilis PMK Nomor 38 Tahun 2023.
Menurutnya, justru untuk meningkatkan penjualan kendaraan listrik, yang perlu dibangun adalah ekosistemnya, melalui pembangunan infrastruktur charging station yang diperbanyak.
Meski begitu, Ratna menegaskan tetap mendukung upaya transformasi dari kendaraan bahan bakar fosil menjadi listrik. Namun caranya bukan dengan jor-joran menghamburkan anggaran dengan memberikan subsidi pajak.
"Fraksi PKB tetap mendukung namun dengan strategi lainnya, bukannya dengan membebani anggaran negara dengan subsidi ke masyarakat yang mampu," pungkasnya.
Jangan lupa ikuti update berita lainnya dan follow akun google news Medcom.id