Okagbare yang seharusnya berlari dalam semifinal 100m putri, Sabtu 31 Juli, dinyatakan menggunakan hormon pertumbuhan. Sedangkan Odhiambo dianggap positif menggunakan steroid anabolik, kata Badan Tes Internasional (ITA).
"Atlet itu sudah diberitahu soal kasus ini dan telah ditangguhkan sementara sampai penyelesaian masalah sesuai dengan Kode Anti-Doping Dunia dan Aturan Anti-Doping IOC," kata ITA seperti dikutip AFP.
Meski begitu, Odhiambo yang berusia 28 tahun bakal menggugat hasil tes doping itu dan kasusnya kini sudah dirujuk ke divisi anti-doping Mahkamah Arbitrase Olahraga yang berkantor pusat di Lausanne.
Kenya memang masuk kategori 'A' daftar pantauan Badan Antidoping Dunia atau negara-negara dengan risiko doping tertinggi dan para atletnya harus menjalani tes ketat agar memenuhi syarat ke Olimpiade dan kejuaraan dunia.
Sekretaris utama olahraga Kenya, Joe Okudo, mengatakan bahwa pihak kementeriannya telah menerima laporan resmi atas temuan merugikan atas sampel dari desa atlet pada 28 Juli lalu.
"Kementerian masih menunggu kesimpulan dari banding yang diajukan oleh sang atlet dan menekankan tekad pemerintah dalam memerangi doping," kata Okudo.
Doping sangat mempengaruhi cabang olahraga paling sukses di Kenya itu dan sudah ada 60 atlet yang diskors dalam lima tahun terakhir. Bahkan, dua pelari yang tidak memenuhi syarat telah dikeluarkan dari skuad Kenya sebelum berangkat ke Tokyo.
Di antara atlet top yang akan dikenai sanksi karena pelanggaran doping adalah juara maraton putri Olimpiade 2016 Jemima Sumgong, peraih medali emas 1.500m putra Olimpiade 2008 Asbel Kiprop dan mantan juara maraton Boston tiga kali Rita Jeptoo. (ANT)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id
