Tapi, David akhirnya memastikan emas seusai mengalahkan Komet Akbar dengan skor 3-0 (12-10, 12-10, 11-6) pada pertandingan final di Istora Papua Bangkit, Kabupaten Jayapura, Kamis 11 November. Dalam perjalanannya, David dan Komet tanpa kesulitan mengalahkan lawan-lawannya sejak babak penyisihan grup.
David yang tergabung di grup T10-1 mengalahkan Dedi Damhudi asal Gorontalo dengan skor 3-0 (11-4, 11-4, 11-1). Kemudian pada laga kedua dia kembali menang mudah atas wakil tuan rumah Ramli Saleh dengan skor 3-0 (11-6, 11-5, 11-2).
Dengan dua kemenangan tersebut, David melaju ke fase gugur dengan status unggulan pertama dan mendapat bye untuk langsung lolos ke perempat final. Pada fase ini, peraih perunggu Paralimpiade Tokyo 2020 itu menang 3-0 (11-4, 11-6, 11-1) atas Suripno asal Sumatera Selatan.
Adapun pada semifinal, David mengalahkan Roni Vona asal Jawa Tengah dengan skor 3-0 (11-5, 11-9, 11-6).
Sedangkan Komet Akbar juga melewati semua lawan dengan mudah. Pada babak penyisihan, dia tergabung di grup T10-6 dan menang atas Supripno 3-0 (11-4, 11-1, 11-2) dan A. Takdir asal Sulawesi Selatan) dengan 3-0 (11-3, 11-2, 11-3).
Pada perempat final, Komet Akbar kembali menang atas wakil tuan rumah Papua Ramli Saleh dengan skor 3-0 (11-4, 11-2, 11-5). Lalu di babak empat besar, Komet tanpa kesulitan menyingkirkan M. Dicki F asal Jawa Timur dengan skor 3-0 (11-3, 11-1, 11-3).
Dengan hasil ini, DKI Jakarta pun memastikan emas dan perak pada cabang olahraga tenis meja nomor TT10. Sementara, perunggu bersama masing-masing diraih M. Dicki Ferdiansyah (Jawa Timur) dan Roni Vona (Jawa Tengah).
Meski keluar sebagai juara, David tidak jemawa. Dia mengatakan tetap banyak atlet muda potensial yang bermunculan di Peparnas Papua. Salah satunya Dicky yang menyabet perunggu.
"Dia masih 19 tahun dan sangat berpotensi. Pukulannya bagus dan masih muda. Jika terus dibina pasti dia sangat mungkin menjadi pemain hebat," ujar David.
Dengan makin populernya olahraga disabilitas, David optimitis regenerasi atlet akan tetap terjaga. Kemudian, dia juga menyebutkan pemisahan antara atlet nasional dan elite sebagai langkah yang baik untuk pembinaan atlet muda.
"Berbicara internasional, jelas latihannya harus dua kali lipat dari biasanya. Misalnya, disabilitasnya ada di tangan seperti saya, maka atlet harus melatih kaki agar lebih kuat. Tenis meja perlu kecepatan dan untuk menjaga keseimbangan kaki harus kuat untuk menutupi kelemahan yang ada," papar David.
"Pemain muda kalau porsi latihannya normal, agak sulit untuk berprestasi. Makanya harus lebih giat dan kalau sudah masuk Pelatnas, mereka akan lebih maksimal," pungkasnya. (ANT)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
Viral! 18 Kampus ternama memberikan beasiswa full sampai lulus untuk S1 dan S2 di Beasiswa OSC. Info lebih lengkap klik : osc.medcom.id