Kompetisi Elite Pro Academy menjadi usaha yang dibangun PSSI demi mencari bibit pemain unggul yang siap bermain di klub profesional dan Timnas. Terdapat sederet nama yang bersinar bersama klub dan Timnas Indonesia seperti Rizky Ridho, Kadek Arel, Marselino Ferdinan, Muhammad Ferrari, Robi Darwis, Kakang Rudianto dan masih banyak lagi.
Kompetisi ini, menjadi usaha PSSI dalam melakukan pembinaan usia muda, dan memudahkan klub-klub kasta tertinggi Liga 1 untuk mencari pemain yang memiliki prospek yang baik untuk klub dan karier para pemain.
Liga EPA dimulai pada 2018 dan dibuka dengan kategori U-16 saja. Semakin berkembang, kompetisi tersebut juga menghadirkan kategori usia mulai dari U-14 sampai U-20. Beberapa akademi dari klub Liga 1 terkadang mengadakan seleksi terbuka demi mengarungi kompetisi Elite Pro Academy.
Beberapa klub tanpa diketahui kerap melakukan seleksi berbayar. Bahkan, pemain yang sudah lolos seleksi dikenakan bayaran lagi dengan nominal belasan atau sampai puluhan juta. Namun, perlu di garis bawahi, jika tidak semua klub, dan hanya beberapa klub yang sering terdengar meminta bayaran kepada pemain yang sudah dinyatakan lolos.
Hal ini tentu berbanding terbalik dengan sepak bola di kancah Eropa, yang di mana pembinaan usia muda nya, tidak meminta sepeserpun dana demi bermain di kompetisi untuk mencari bibit pemain unggul yang dapat berkarier di dunia sepakbola.
Baca juga: Cerita Aji Dian Kusuma Gagal Lolos Seleksi karena Terbentur Biaya
Dalam wawancara bersama Medcom, salah satu Coach Influencer di dunia Sepakbola Indonesia Riezfant Handira membeberkan pendapatnya mengenai kompetisi pembinaan usia dini di Indonesia (EPA), yang meminta biaya untuk para pemain yang sudah dipastikan lolos seleksi.
Alasan klub muda masih memungut biaya
“Yang saya amati, Klub EPA mayoritas itu tidak dibiayai oleh klub seniornya, artinya biaya operasional selama pra kompetisi dan kompetisi, dibebankan ke pemain. Makanya jumlahnya cukup besar. Ini biasanya untuk bayar honor pelatih, lapangan, fasilitas hingga jersey. Makanya seleksinya pun mayoritas klub EPA itu dipungut biaya 250 sampai 350 ribu ditambah dapat jersey,” kata Riezfant.“Kenapa klub senior tidak membiayai EPA padahal itu untuk klubnya sendiri di masa depan? Tidak tahu, mungkin kaitanya dengan sponsor yang bisa jadi tidak memiliki minat di kompetisi Youth," sambungnya.
"Anak didik saya sendiri pun sama, seleksi di salah satu klub EPA, katanya diterima tapi administrasinya 25 juta. Tapi tidak semua klub, kenalan dekat saya jadi pelatih di EPA Persib, dan pure tidak ada pungutan biaya," tegasnya.
Riezfant tidak terkejut akan beberapa klub yang melakukan subsidi demi mengarungi kompetisi Elite Pro Academy. Walaupun kompetisi Elite Pro Academy ini, membuka peluang lebar untuk menuju level klub profesional.
“Salah satu pelatih level nasional bukan hanya bilang itu ke media, ke saya pun bilang ‘gimana cari pemain potensial kalo epa saja bayar’?," ujar Riezfant.
“Tapi tentu saya juga mendengar beberapa klub ada yang subsidi. Ada juga pelatih yang berpikir bahwa ya karena ini pembinaan wajar saja bayar," sambungnya.
"Tapi konteksnya Elite pro ini menurut saya sudah path-nya menuju profesional. Di beberapa klub di Eropa juga gratis. Yang saya tau gratis itu EPA Persib dan mungkin EPA Dewa United,” katanya.
Hal ini tentu menjadi penghambat dan masalah serius bagi perkembangan infrastruktur sepakbola Indonesia. Mengingat saat ini PSSI tengah gencar mencari pemain keturunan untuk Timnas Indonesia, yang memiliki kualitas standar internasional.
Tidak hanya itu saja, penambahan kuota pemain asing di Super League, tentu mempersulit upaya pemain muda di Liga utama untuk mendapatkan menit bermain yang cukup. Dan hal tersebut tentu mengganggu perkembangan sepakbola di Indonesia.
“Kalo dari sudut pandang saya, tentu tidak wajar, karena sudah waktunya pembinaan klub profesional yang tentunya diproyeksikan ke senior itu tanggung jawab klub jika dibandingkan klub luar.”
“Tapi balik lagi, klubnya full support atau tidak untuk pembinaan? Secara finansial sudah aman atau belum untuk handle tim Youth-nya? Karena sistem yang baik semacam EPA kalo ga ada dana tentu tidak jalan.”
“Nah saya berharap ada solusi dari sini. Baik klub ataupun PSSI,” tutupnya. (Victor Rodam)
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News