Menolak Bertekuk Lutut
Menolak Bertekuk Lutut ()

Menolak Bertekuk Lutut

05 September 2016 06:47
Pembakaran hutan dan lahan ialah tindakan melawan hukum yang kian lama kian mengancam kedaulatan hukum negeri ini. Akibat kejahatan tersebut, jutaan hektare hutan dan lahan sirna. Aksi penjahat lingkungan itu pun merugikan negara puluhan triliun setiap tahun. Belum lagi kerugian imaterial yang tidak terhingga, berupa dampak kabut asap yang merusak kesehatan ribuan warga negeri, juga memburuknya citra Indonesia sebagai negeri sumber asap yang mengganggu negara-negara tetangga.
 
Karena itu, Presiden Joko Widodo memerintahkan Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), Panglima TNI, Kapolri, dan Badan Nasional Penanggulangan Bencana untuk segera menyelesaikan persoalan tersebut.
 
Khusus kepada Polri, Presiden memerintahkan untuk memberikan sanksi tegas kepada pelaku pembakar hutan dan lahan. Sanksi tersebut bisa baik perdata maupun pidana. "Harus dilakukan penegakan hukum, diberlakukan sanksi. Harus dipastikan kepastian hukum," tegas Presiden dalam sejumlah kesempatan.
 
Akan tetapi, perintah tegas Presiden untuk 'memerangi' pembakar hutan dan lahan tersebut tidak serta-merta dijalankan di lapangan. Alih-alih berperang melawan pembakar hutan dan lahan, ada aparat penegak hukum yang justru diduga bermesraan dengan terduga pelaku kejahatan tersebut. Terungkapnya foto sejumlah petinggi Polda Riau tengah berkongko-kongko dengan direksi perusahaan pembakar lahan, PT Andika Pertama Sawit Lestari (APSL), pekan lalu, mengindikasikan tindakan semacam itu.
 
Melalui akun Path, Kapolresta Pekanbaru Kombes Tony Hermawan mengunggah sebuah foto yang memuat gambar dirinya bersama para petinggi Polda Riau tengah berkongko-kongko dengan Direksi PT APSL. Presiden Direktur PT APSL Anton Yan yang menjadi tersangka sejak 2015 dalam kasus pembakaran lahan juga dilaporkan ada dalam foto itu. Mereka tertawa, berangkulan, dan mengacungkan jempol.
 
Kita khawatir tindakan semacam itu bakal merontokkan kepercayaan publik terhadap institusi kepolisian yang bertugas memberangus pelaku karhutla.
 
Apalagi, foto itu beredar tidak lama setelah polisi menerbitkan surat penghentian penyidikan perkara terhadap 15 perusahaan pembakar lahan di Riau. Yang lebih mencemaskan, tidak lama setelah foto itu beredar, puluhan hingga ratusan orang yang diduga dimobilisasi PT APSL menyandera tujuh penyidik dari Direktorat Jenderal Penegakan Hukum KLHK. Tidak hanya menyandera, mereka mengambil paksa gambar lokasi-lokasi yang diduga sengaja dibakar perusahaan tersebut yang diperoleh penyidik.
 
Kita mengecam seluruh tindakan tersebut. Tindakan sejumlah pejabat di Polda Riau yang berkongko-kongko secara terbuka dengan terduga pelaku karhutla seperti yang ditunjukkan foto yang terungkap di media sosial bukan hanya tidak patut, melainkan juga secara tidak langsung merupakan bentuk perlawanan terhadap perintah Presiden untuk berperang terhadap pelaku karhutla.
 
Karena itu, langkah Kapolri Jenderal Tito Karnavian mengembalikan kewibawaan dan kepercayaan publik yang cedera akibat ulah jajaran di bawahnya sangat kita nantikan. Aparat keamanan yang bermain mata dengan mafia pun harus ditindak. Jika mereka dibiarkan, sama saja membiarkan mafia menguasai negeri ini. Itu tidak boleh terjadi.
 
Akan halnya penyanderaan tujuh penyidik KLHK, itu merupakan bentuk pelecehan tak tertarakan terhadap negara. Kita mendukung penuh komitmen Menteri KLHK Siti Nurbaya untuk terus memprioritaskan penyelidikan atas PT ASPL terkait dengan adanya indikasi perambahan kawasan hutan, pembakaran lahan, dan penyanderaan.
 
Perang terhadap mafia pembakar lahan dan hutan ialah perang tanpa kompromi. Negara tak boleh kalah, takluk, dan bertekuk lutut menghadapi mafia pembakar lahan dan hutan.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News


Oase kebakaran lahan dan hutan

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan

Dapatkan berita terbaru dari kami Ikuti langkah ini untuk mendapatkan notifikasi

unblock notif