PERSAHABATAN memang tidak selamanya terpuji. Seperti yang dilakukan banyak pejabat belakangan ini, persahabatan bahkan bisa melukai bangsa sendiri. Sejumlah pejabat tinggi negara silih berganti menjenguk mantan Ketua Dewan Perwakilan Daerah (DPD) Irman Gusman. Irman mendekam di Rutan KPK di Pomdam Jaya Guntur lantaran tersangkut kasus suap distribusi gula impor Rp100 juta.
Deretan pejabat yang mengunjungi Irman mungkin lebih panjang jika dibandingkan dengan deretan pejabat yang menengok daerah bencana. Tidak hanya pimpinan parlemen, petinggi kabinet pun berderet ada dalam daftar tamu Irman. Demi persahabatan, begitulah alasan para pejabat. Alasan itu makin membuat heran karena berkebalikan dengan upaya pemberian sanksi sosial bagi koruptor.
Sanksi sosial merupakan kebijakan yang tengah didorong para praktisi hukum. Presiden Joko Widodo juga mempertimbangkan berbagai bentuk sanksi sosial untuk menjerakan koruptor. Sanksi itu diperlukan karena nyatanya kurungan penjara dan penyitaan harta tidak cukup menampar wajah koruptor. Tidak jarang para maling negara itu bahkan disambut bagai pahlawan saat kembali ke rumah ataupun daerah mereka. Mereka pun tanpa rasa malu segera kembali ke panggung publik.
Di tengah semangat mendorong pemberian sanksi sosial kepada koruptor, pejabat negara semestinya menjadi contoh terdepan dalam memberikan sanksi sosial. Namun, jangankan menjadi pionir sanksi, mereka malah memilih menjadi 'penghibur' koruptor.
Para pejabat bahkan juga seolah tidak sabar untuk menunggu putusan hukum dijatuhkan. Padahal, kunjungan yang dilakukan terhadap seseorang, baik yang masih berstatus tersangka ataupun terdakwa, sangat tak etis karena boleh jadi memengaruhi putusan hukum. Jauh lebih elok jika para pejabat bertandang ketika pelaku korupsi sudah berstatus terpidana. Kunjungan mereka tak akan memengaruhi keputusan hukum.
Segala sepak terjang pejabat publik tentu menjadi sorotan masyarakat. Para pengamat atau aktivis antikorupsi menilai kunjungan kepada tersangka korupsi tidak etis. Oleh karena itu, sudah sepantasnya kunjungan semacam itu dihentikan. Bila itu terus dipertontonkan, jangan salahkan bila publik curiga ada sesuatu di balik kunjungan tersebut.
Ketegasan sikap dan keberanian dari pejabat negara sangatlah dibutuhkan karena korupsi telah menjadi kejahatan yang sering dikatakan telah membudaya. Artinya, korupsi telah memengaruhi hingga ke mental sehingga ia diterima sebagai kewajaran.
Rantai kebobrokan ini hanya bisa diputus jika setiap orang, khususnya para pejabat, memiliki integritas total dalam memberantas korupsi. Integritas inilah yang sebenarnya dipercaya para pemikir dunia menjadi cara mujarab untuk memberantas korupsi. Integritas, terutama dari para tokoh, akan menjadi motor untuk menggerakkan kekuatan rakyat dalam turut serta memberantas korupsi. Apa jadinya jika rakyat justru diberi contoh buruk dalam bersikap terhadap koruptor?
Cek Berita dan Artikel yang lain di
