Jakarta: Anggota Komisi I Willy Aditya medesak Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan TNI meminta tanggung jawab pabrik pesawat BAe Hawk 209 TT. Pertanggungjawaban British Aerospace penting untuk Indonesia.
“Ini penting untuk mendudukkan posisi Indonesia sebagai konsumen kritis terhadap produk yang dihasilkan pabrikan," kata Willy kepada Medcom.id, Senin, 15 Juni 2020.
Menurut dia, Kemenhan dan TNI AU harus berkoordinasi dengan pabrikan. Apalagi jika ditemukan kegagalan produksi atau fungsi pesawat.
"Kalau mereka tidak mau bertanggung jawab ya diganti saja dengan produsen yang lebih bertanggung jawab,” ujar dia.
Selain itu, Willy juga meminta Kemenhan dan TNI AU melakukan pemeriksaan komprehensif kecelakaan pesawat tempur BAe Hawk 209 TT dan helikpter MI-17. Jika perlu, penggunaan kedua jenis alutsista tersebut tidak digunakan hingga hasil investigasi keluar.
Baca: Pesawat TNI AU Jatuh di Kampar Riau, Pilot Selamat
"Kalau perlu di grounded dahulu pesawat dan heli dari jenis yang mengalami kecelakaan sampai ada kepastian penyebabnya," kata Willy.
Wakil Ketua Fraksi NasDem itu mengungkapkan audit perlu dilakukan. Sebab, dua jenis alat utama sistem senjata (alutsista) itu cukup banyak digunakan pasukan tempur Indonesia.
“Kita masih memiliki banyak Hawk 200 dan MI-17 yang masih beroperasi," ungkap dia.
Kondisi alutsista Indonesia menjadi sorotan. Kecelakaan pertama dialami helikopter MI-17 pada 6 Juni 2020. Kecelakaan tersebut mengakibatkan 5 korban jiwa.
Teranyar, pesawat tempur tipe BAe Hawk 209 TT mengalami kecelakaan di Kampar, Riau. Pesawat buatan Inggris itu jatuh di permukiman penduduk di Desa Pandau, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau.
Jakarta: Anggota Komisi I Willy Aditya medesak Kementerian Pertahanan (Kemenhan) dan TNI meminta tanggung jawab pabrik pesawat BAe Hawk 209 TT. Pertanggungjawaban British Aerospace penting untuk Indonesia.
“Ini penting untuk mendudukkan posisi Indonesia sebagai konsumen kritis terhadap produk yang dihasilkan pabrikan," kata Willy kepada
Medcom.id, Senin, 15 Juni 2020.
Menurut dia, Kemenhan dan TNI AU harus berkoordinasi dengan pabrikan. Apalagi jika ditemukan kegagalan produksi atau fungsi pesawat.
"Kalau mereka tidak mau bertanggung jawab ya diganti saja dengan produsen yang lebih bertanggung jawab,” ujar dia.
Selain itu, Willy juga meminta Kemenhan dan TNI AU melakukan pemeriksaan komprehensif kecelakaan pesawat tempur BAe Hawk 209 TT dan helikpter MI-17. Jika perlu, penggunaan kedua jenis alutsista tersebut tidak digunakan hingga hasil investigasi keluar.
Baca: Pesawat TNI AU Jatuh di Kampar Riau, Pilot Selamat
"Kalau perlu di
grounded dahulu pesawat dan heli dari jenis yang mengalami kecelakaan sampai ada kepastian penyebabnya," kata Willy.
Wakil Ketua Fraksi NasDem itu mengungkapkan audit perlu dilakukan. Sebab, dua jenis alat utama sistem senjata (alutsista) itu cukup banyak digunakan pasukan tempur Indonesia.
“Kita masih memiliki banyak Hawk 200 dan MI-17 yang masih beroperasi," ungkap dia.
Kondisi alutsista Indonesia menjadi sorotan. Kecelakaan pertama dialami helikopter MI-17 pada 6 Juni 2020. Kecelakaan tersebut mengakibatkan 5 korban jiwa.
Teranyar, pesawat tempur tipe BAe Hawk 209 TT mengalami kecelakaan di Kampar, Riau. Pesawat buatan Inggris itu jatuh di permukiman penduduk di Desa Pandau, Kecamatan Siak Hulu, Kabupaten Kampar, Riau.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ADN)
