Ambang Batas Pencalonan Presiden Dinilai Terlalu Tinggi

Jakarta: Ambang batas pencalonan presiden (presidential threshold) sebesar 20 persen dinilai terlampau tinggi. Angka tersebut harus diturunkan agar partai memiliki kesempatan yang besar untuk mengusung kandidat. Pakar politik dari Universitas Sultan Agung Tirtayasa, Leo Agustino, mengatakan ambang batas pencalonan yang terlalu tinggi menggerus rasa keadilan. Sebab, hanya partai-partai besar yang bisa mencalonkan pasangan. "Keadilan bagi setiap partai harus dilakukan. Azas dalam pemilu kan jujur dan adil," kata Leo dilansir dari Media Indonesia, Jakarta, Selasa, 28 Desember 2021. Dia menyebut, ambang batas pencalonan presiden tetap diperlukan. Tujuannya, agar tidak bisa sembarang partai mengusung kandidat. "Jika semua partai bisa mencalonkan, kita tidak tahu rekam jejak kandidat yang diusung. Ini memang jadi bumerang," ujar dia. Oleh karena itu, Leo menilai ambang batas pencalonan presiden harus diturunkan. Adanya ambang batas ini penting sebagai bentuk pematangan partai politik sehingga hanya yang sudah berpengalaman yang bisa mengusung kandidat. Baca: Ganjar-Erick Unggul di Survei Simulasi Pilpres 2024 "Untuk menghormati partai besar, jadi partai-partai yang punya suara cukup yang bisa mencalonkan," ucapnya. Sementara itu, Guru Besar Politik dan Keamanan Universitas Padjajaran Bandung, Muradi, menjelaskan idealnya ambang batas pencalonan presiden tidak diperlukan. Meski begitu, Muradi menilai perlu adanya ambang batas pencalonan presiden untuk menggaransi kandidat yang diusung serta menjaga ideologi dari setiap partai. Dia khawatir jika tanpa ambang batas pencalonan presiden, partai baru yang ideologi dan rekam jejaknya belum teruji bisa begitu saja mencalonkan presiden. "Ini garansi saja, supaya capresnya pun punya pengalaman," kata Muradi.