Politikus Senior Dinilai Pindah Partai karena tak Nyaman

Jakarta: Elite Partai Golkar Siti Hediati Hariyadi (Titiek Soeharto) memutuskan keluar dari Partai Beringin dan bergabung dengan Partai Berkarya. Wasekjen Partai Gerindra Mohammad Nuruzzaman mengambil langkah sama, keluar dari partai pimpinan Prabowo Subianto. Pengamat politik UPH Emrus Sihombing menangkap sinyal ketidaknyamanan kedua orang tersebut di partai masing-masing. "Kepemimpinan di partai lama mereka, bisa jadi tidak memberikan rasa nyaman," kata Emrus kepada Medcom.id, Minggu, 17 Juni 2018. Baca: Titiek Soeharto Merapat ke Partai Berkarya Emrus memandang ada perbedaan di internal partai. Boleh jadi terbentuk faksi A atau B demi mengakomodasi kepentingan kelompok tertentu. Seharusnya, pemimpin menyatukan perbedaan itu. Keluarnya anggota partai membuktikan fungsi menyatukan semua pihak tak berjalan. "Ini contoh pengelolaan komunikasi oleh pemimpin partai enggak berlangsung baik," ucap dia. Partai yang bagus, ujar Emrus, bakal maksimal mengelola perbedaan. Kemampuan itu menunjukkan partai mampu menghadapi dinamika politik. Baca: Kesal Sikap Fadli Zon, Wasekjen Nuruzzaman Mundur dari Gerindra Ia menyayangkan adanya elite partai yang keluar. "Dalam partai ada faksi-faksi dan itu bisa menjadi tajam, ini kepiawaian pemimpin mengelola hal itu. Sehingga ada politik rangkul. Harusnya faksi bisa jadi energi," jelas dia. Terlebih, mereka yang keluar, kata Emrus, merupakan kader lama yang memiliki pengikut banyak dan mumpuni di dunia politik. Pemimpin partai harus segera menemukan solusi untuk kepentingan yang berbeda. "Kalau kader partai itu keluar masuk, itu masih konvensional pengelolaannya. Artinya pemimpin partai enggak mampu melakukan politik rangkul," tegas Emrus.