medcom.id, Jakarta: Anggota Komisi I DPR RI, Charles Honoris menilai, kesepakatan tiga negara (Indonesia, Malaysia dan Filipina) dalam menjaga dan mengamankan kawasan dari perompakan dan pembajakan hanya retorika belaka.
Sebab, sampai saat ini belum ada kerja nyata dari kerjasama tersebut. Apalagi, dirinya mendapat informasi ada satu lagi WNI yang kini disandera diduga oleh kelompok militan Abu Sayyaf.
"Sampai saat ini kesepakatan tersebut baru retorika belaka dan ajang foto-foto saja. Belum ada realisasi karena katanya terhambat hal-hal teknis," kata Charles melalui siaran persnya, Minggu (7/8/2016).
Dia berpendapat, kesepakatan ketiga negara dalam melakukan patroli bersama 'Intelligence Sharing' harus segera direalisasikan. Hal ini untuk mejaminan keamanan di kawasan terhadap ancaman terorisme, perompakan dan perampokan bersenjata.
"Pola-pola lain seperti model eyes in the sky (antara Indonesia, Malaysia dan Singapura) di Selat Malaka yang berhasil menekan angka perompakan dalam beberapa tahun terakhir juga bisa ditiru," ujar Politikus PDI Perjuangan ini.
Selain itu, dia juga meminta, pemerintah Indonesia dan komunitas internasional terus mendesak Filipina untuk memberikan upaya lebih keras dalam mencegah dan menangani kasus-kasus penyanderaan di wilayahnya. Apalagi, Filipina sudah 20 tahun lebih meratifikasi International Convention Against The Taking of Hostages.
Apalagi dalam beberapa tahun terakhir tercatat ada ratusan penculikan dan penyanderaan oleh kelompok kriminal yang berbasis di Filipina Selatan.
"Publik tentunya berharap tidak ada lagi keluarga-keluarga lainnya yang harus mengalami musibah seperti keluarga 10 WNI yang disandera Abu Sayyaf. Kasus-kasus penyanderaan WNI harus segera berhenti," kata dia.
medcom.id, Jakarta: Anggota Komisi I DPR RI, Charles Honoris menilai, kesepakatan tiga negara (Indonesia, Malaysia dan Filipina) dalam menjaga dan mengamankan kawasan dari perompakan dan pembajakan hanya retorika belaka.
Sebab, sampai saat ini belum ada kerja nyata dari kerjasama tersebut. Apalagi, dirinya mendapat informasi ada satu lagi WNI yang kini disandera diduga oleh kelompok militan Abu Sayyaf.
"Sampai saat ini kesepakatan tersebut baru retorika belaka dan ajang foto-foto saja. Belum ada realisasi karena katanya terhambat hal-hal teknis," kata Charles melalui siaran persnya, Minggu (7/8/2016).
Dia berpendapat, kesepakatan ketiga negara dalam melakukan patroli bersama '
Intelligence Sharing' harus segera direalisasikan. Hal ini untuk mejaminan keamanan di kawasan terhadap ancaman terorisme, perompakan dan perampokan bersenjata.
"Pola-pola lain seperti model
eyes in the sky (antara Indonesia, Malaysia dan Singapura) di Selat Malaka yang berhasil menekan angka perompakan dalam beberapa tahun terakhir juga bisa ditiru," ujar Politikus PDI Perjuangan ini.
Selain itu, dia juga meminta, pemerintah Indonesia dan komunitas internasional terus mendesak Filipina untuk memberikan upaya lebih keras dalam mencegah dan menangani kasus-kasus penyanderaan di wilayahnya. Apalagi, Filipina sudah 20 tahun lebih meratifikasi International Convention Against The Taking of Hostages.
Apalagi dalam beberapa tahun terakhir tercatat ada ratusan penculikan dan penyanderaan oleh kelompok kriminal yang berbasis di Filipina Selatan.
"Publik tentunya berharap tidak ada lagi keluarga-keluarga lainnya yang harus mengalami musibah seperti keluarga 10 WNI yang disandera Abu Sayyaf. Kasus-kasus penyanderaan WNI harus segera berhenti," kata dia.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ALB)
