Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin. Foto: MI/Susanto
Wakil Ketua Komisi I DPR TB Hasanuddin. Foto: MI/Susanto

ABK Asal Indonesia Kembali Disandera, Kinerja Pemerintah Disorot

Misbahol Munir • 24 Juni 2016 20:29
medcom.id, Jakarta: Anggota DPR mengkritik kinerja lembaga negara terkait penyanderaan tujuh anak buah kapal (ABK) asal Indonesia oleh kelompok Abu Sayyaf di perairan Filipina.
 
Wakil Ketua Komisi I DPR, Tubagus Hasanuddin menilai, ada tiga hal yang patut dipertanyakan dari peristiwa penyanderaan berulang itu. Pertama, harus dicatat bahwa Indonesia sebelumnya sangat toleran terhadap perompak dengan bersedia memberi tebusan demi menyelamatkan awak kapal yang disandera. Tapi tebusan ini justru dimanfaatkan perompak sebagai satu kelemahan untuk memeras kembali.
 
Di sisi lain, Hasanuddin mempertanyakan sejauh mana upaya pencegah berikut melalui operasi patroli. Baik patroli sendiri maupun patroli bersama antarnegara.

"Hal kedua, kemana itu patroli bersama antarnegara? Mengapa selama ini tidak efektif, lalu bentuk MoU itu seperti apa?" kata Hasanuddin dalam keterangannya, Jumat (24/6/2016).
 
Politikus PDIP itu juga mempertanyakan soal perilaku para ABK yang melintasi wilayah perairan rawan. Seharusnya, pascakejadian sebelumnya, para ABK kapal semakin waspada.
 
"Ketiga, kenapa para ABK tidak pernah berkoordinasi minta pengawalan dari pihak keamanan khususnya TNI AL misalnya? Mengapa bisa terulang lagi?" kata dia.
 
ABK Asal Indonesia Kembali Disandera, Kinerja Pemerintah Disorot
KRI Mandau (kanan) yang mengawal perjalanan lima orang ABK kapal TB Henry sandar di dermaga Lantamal XIII Tarakan, Kalimantan Utara, Sabtu (23/4/2016). Foto: Antara/Fadlansyah
 
Pemerintah mengakui adanya peristiwa penyanderaan ABK Indonesia yang terjadi untuk ketiga kalinya. Dalam dua peristiwa sebelumnya, Pemerintah Indonesia berhasil melakukan pembebasan keseluruhan ABK.
 
Penculikan ABK pertama kali terjadi pada 26 Maret yakni sebanyak 10 ABK, kemudian pada 15 April 2016 sebanyak empat ABK, dan terakhir 20 Juni 2016 sebanyak tujuh ABK. Yang terakhir ini justru dibantah oleh Panglima TNI.
 
Menurut Hasanuddin, ancaman kelompok bersenjata di Filipina Selatan semakin besar setelah sejumlah peristiwa penculikan dan penyanderaan warga asing, termasuk WNI.
 
"Solusi kedepan tingkatkan kordinasi "joint patrol" bersama negara-negara tetengga khususnya dengan negara Asean," ujar dia.
 
Ia menambahkan, "Diberlakukannya segera perlunya aturan wajib lapor ABK untuk minta pengawalan dari aparat patroli laut terutama saat melintasi daerah-daerah rawan perompakan."
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(MBM)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan