medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi meminta pemerintah mendesain ulang program subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah dalam bentuk beras untuk rakyat miskin (raskin). Program raskin tidak efektif.
“KPK menganggap, program subsidi ini tidak memenuhi enam T, yakni tepat sasaran, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat harga, dan tepat administrasi, yang dijadikan indikator efektivitas program,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di Gedung KPK, Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (3/4/2014).
Keenam indikator itu berdasarkan hasil kajian lapangan KPK. KPK menggunakan data rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM) yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Dari data itu terungkap pemerintah daerah kurang dilibatkan.
“Hal ini berakibat penetapan rumah tangga sasaran menjadi tidak tepat sasaran, sehingga masyarakat miskin yang seharusnya menerima raskin justru tak menerima,” jelas Busryo.
Selain data, masalah lain yang menghantui program ini adalah pengawasan. Kelemahan ini terjadi, kata Busyro, mulai dari hulu hingga hilir. Padahal, kata Busyro, alokasi anggaran untuk raskin meningkat dari Rp19,37 triliun pada 2012 menjadi Rp21,4 pada 2013.
“Jika program ini diteruskan, maka KPK mengusulkan program ini didesain ulang dalam rangka efektivitas program,” jelas Busryo.
Menanggapi hal itu, Bambang Widianto, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), menegaskan saran dan hasil kajian KPK menjadi bahan untuk timnya. Sebab, TNP2K adalah unit yang berada langsung di bawah Wakil Presiden Boediono.
"Ada penerima manfaat yang kurang tepat sasaran akan jadi bahan kita. Karena selama ini kita berusaha agar raskin tetpat sasaran dan jumlah,” kata Bambang.
medcom.id, Jakarta: Komisi Pemberantasan Korupsi meminta pemerintah mendesain ulang program subsidi bagi masyarakat berpenghasilan rendah dalam bentuk beras untuk rakyat miskin (raskin). Program raskin tidak efektif.
“KPK menganggap, program subsidi ini tidak memenuhi enam T, yakni tepat sasaran, tepat jumlah, tepat mutu, tepat waktu, tepat harga, dan tepat administrasi, yang dijadikan indikator efektivitas program,” kata Wakil Ketua KPK Busyro Muqoddas di Gedung KPK, Jalan H.R. Rasuna Said, Kuningan, Jakarta Selatan, Kamis (3/4/2014).
Keenam indikator itu berdasarkan hasil kajian lapangan KPK. KPK menggunakan data rumah tangga sasaran penerima manfaat (RTS-PM) yang diperoleh dari Badan Pusat Statistik (BPS). Dari data itu terungkap pemerintah daerah kurang dilibatkan.
“Hal ini berakibat penetapan rumah tangga sasaran menjadi tidak tepat sasaran, sehingga masyarakat miskin yang seharusnya menerima raskin justru tak menerima,” jelas Busryo.
Selain data, masalah lain yang menghantui program ini adalah pengawasan. Kelemahan ini terjadi, kata Busyro, mulai dari hulu hingga hilir. Padahal, kata Busyro, alokasi anggaran untuk raskin meningkat dari Rp19,37 triliun pada 2012 menjadi Rp21,4 pada 2013.
“Jika program ini diteruskan, maka KPK mengusulkan program ini didesain ulang dalam rangka efektivitas program,” jelas Busryo.
Menanggapi hal itu, Bambang Widianto, Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), menegaskan saran dan hasil kajian KPK menjadi bahan untuk timnya. Sebab, TNP2K adalah unit yang berada langsung di bawah Wakil Presiden Boediono.
"Ada penerima manfaat yang kurang tepat sasaran akan jadi bahan kita. Karena selama ini kita berusaha agar raskin tetpat sasaran dan jumlah,” kata Bambang.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(DOR)
