Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umun dan Perumahan Rakyat (PUPR) yakin Komite Keselamatan Konstruksi (K3) bisa mengurangi risiko kecelakaan konstruksi. Pemerintah bakal meluncurkan K3 pekan depan sebagai upaya mengurangi risiko kecelakaan yang sebulan terakhir kerap terjadi.
"(Pembentukan) K3 sudah ditandatangani dalam bentuk Permen Nomor 2 Tahun 2018 dan Kepmen 66 Tahun 2018. Kita berharap tidak ada lagi kejadian bangunan ambruk," kata kata Dirjen Bina Konstruksi KemenPUPR Syarief Burhanuddin di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 26 Januari 2018.
Nantinya, setiap kontrak konstruksi yang berisiko tinggi akan ditangani K3. Pembangun dan pemilik bangunan wajib melibatkan komite itu ke dalam pembahasan rancangan konstruksi.
Tak berhenti di pembahasan, tim K3 juga turun langsung saat pengerjaan. "Dari pihak penyedia harus punya tenaga ahli K3 dan disertifikasi," imbuh Syarief.
Selain mengawal pembangunan, tugas K3 lainnya adalah mengecek langsung ke lapangan sesuai UU Nomor 2 Tahun 2017. Tugas ini khusus bagi bangunan yang sudah ada atau existing, sebab K3 dibentuk untuk mencegah potensi insiden kecelakaan.
Syarief mengatakan, tim K3 nantinya menyatroni gedung atau bangunan yang dianggap punya potensi insiden. "Sehingga (potensi) yang dikhawatirkan itu bisa diketahui dari awal. Jadi, prinsip K3 bukan saat terjadi, tapi cenderung preventif," ucap Syarief.
Direktur Bina Penataan Bangunan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto menyebut latar belakang dibentuknya K3 adalah bentuk dari tanggung jawab pemerintah pusat. Namun, pada prinsipnya, delegasi pengawasan gedung ada pada Pemerintah Daerah.
Namun, karena keterbatasan pemda, Kementerian PUPR menimbang untuk mengambil alih. "Menyadari hal itu maka perlu dibentuk K3," kata Iwan.
Jakarta: Kementerian Pekerjaan Umun dan Perumahan Rakyat (PUPR) yakin Komite Keselamatan Konstruksi (K3) bisa mengurangi risiko kecelakaan konstruksi. Pemerintah bakal meluncurkan K3 pekan depan sebagai upaya mengurangi risiko kecelakaan yang sebulan terakhir kerap terjadi.
"(Pembentukan) K3 sudah ditandatangani dalam bentuk Permen Nomor 2 Tahun 2018 dan Kepmen 66 Tahun 2018. Kita berharap tidak ada lagi kejadian bangunan ambruk," kata kata Dirjen Bina Konstruksi KemenPUPR Syarief Burhanuddin di kantornya, Jakarta Selatan, Jumat, 26 Januari 2018.
Nantinya, setiap kontrak konstruksi yang berisiko tinggi akan ditangani K3. Pembangun dan pemilik bangunan wajib melibatkan komite itu ke dalam pembahasan rancangan konstruksi.
Tak berhenti di pembahasan, tim K3 juga turun langsung saat pengerjaan. "Dari pihak penyedia harus punya tenaga ahli K3 dan disertifikasi," imbuh Syarief.
Selain mengawal pembangunan, tugas K3 lainnya adalah mengecek langsung ke lapangan sesuai UU Nomor 2 Tahun 2017. Tugas ini khusus bagi bangunan yang sudah ada atau existing, sebab K3 dibentuk untuk mencegah potensi insiden kecelakaan.
Syarief mengatakan, tim K3 nantinya menyatroni gedung atau bangunan yang dianggap punya potensi insiden. "Sehingga (potensi) yang dikhawatirkan itu bisa diketahui dari awal. Jadi, prinsip K3 bukan saat terjadi, tapi cenderung preventif," ucap Syarief.
Direktur Bina Penataan Bangunan Kementerian PUPR Iwan Suprijanto menyebut latar belakang dibentuknya K3 adalah bentuk dari tanggung jawab pemerintah pusat. Namun, pada prinsipnya, delegasi pengawasan gedung ada pada Pemerintah Daerah.
Namun, karena keterbatasan pemda, Kementerian PUPR menimbang untuk mengambil alih. "Menyadari hal itu maka perlu dibentuk K3," kata Iwan.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(JMS)
