Jakarta: Rencana aksi demonstrasi yang digagas sejumlah pihak atas nama pengemudi ojek online (ojol) pada Selasa, 17 September, menuai respons beragam. Sejumlah komunitas driver menegaskan aksi tersebut tidak mewakili kepentingan mayoritas mitra, bahkan dituding sarat penunggangan politik.
“Kalau menurut saya justru mereka itu bukan bagian dari ojol. Itu hanya sebagian kecil, oknum saja, dan tidak mewakili driver. Bahkan inisiatornya pun bukan pengemudi ojol, karena tidak memiliki akun mitra,” kata Michael salah satu perwakilan dari komunitas ojek online (ojol) yang tergabung dalam Unit Reaksi Cepat (URC), Selasa (16/9).
Menurut dia, mayoritas pengemudi yang terhubung dalam grup komunitas WhatsApp lebih memilih tetap bekerja. “Banyak teman-teman yang sepakat untuk tetap on-bid. Apalagi kami tahu bahwa aksi ini ditunggangi oleh oknum politik dengan iming-iming sembako,” ujarnya.
Kabar bahwa aksi 17 September berpotensi mengganggu layanan transportasi online juga dibantah. “Order tetap jalan, aplikasi tetap buka, jadi tidak akan ada gangguan berarti di lapangan,” katanya.
Baca juga: Kumpul Bareng Driver Ojol, Habib Jafar: Jangan Mau Diprovokasi
Hingga saat ini Indonesia memiliki jutaan mitra pengemudi ojol yang tersebar di berbagai kota. Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok pengemudi sempat beberapa kali melakukan aksi unjuk rasa, terutama menyoal skema insentif, tarif, dan potongan komisi dari aplikasi. Namun, menurut komunitas driver yang ditemui, dinamika kali ini berbeda.
“Banyak tuntutan yang tidak masuk akal, seperti potongan 10 persen. Justru sebagian besar pengemudi menilai potongan 20 persen masih memberi benefit. Ada layanan balik yang kami rasakan,” ujarnya.
Sejumlah komunitas juga menyoroti penggunaan nama almarhum Affan dalam tuntutan aksi. “Keluarga sudah secara tegas menyatakan tidak ingin nama almarhum dibawa ke ranah politik jalanan. Itu bentuk pemanfaatan saja. Aksi ini jelas dipolitisasi dan tidak mencerminkan kepentingan ojol,” tambah Michael.
Isu penunggangan politik dalam aksi pengemudi ojol bukan hal baru. Seperti diketahui, beberapa kali aksi driver di jalan raya mendapat perhatian partai politik atau kelompok kepentingan yang ingin mengambil momentum elektoral. Namun, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, saat ini mayoritas pengemudi tampak lebih berhati-hati dan memilih jalur dialog.
Jakarta: Rencana aksi demonstrasi yang digagas sejumlah pihak atas nama pengemudi ojek online (ojol) pada Selasa, 17 September, menuai respons beragam. Sejumlah komunitas driver menegaskan aksi tersebut tidak mewakili kepentingan mayoritas mitra, bahkan dituding sarat penunggangan politik.
“Kalau menurut saya justru mereka itu bukan bagian dari ojol. Itu hanya sebagian kecil, oknum saja, dan tidak mewakili driver. Bahkan inisiatornya pun bukan pengemudi ojol, karena tidak memiliki akun mitra,” kata Michael salah satu perwakilan dari komunitas ojek online (ojol) yang tergabung dalam Unit Reaksi Cepat (URC), Selasa (16/9).
Menurut dia, mayoritas pengemudi yang terhubung dalam grup komunitas WhatsApp lebih memilih tetap bekerja. “Banyak teman-teman yang sepakat untuk tetap on-bid. Apalagi kami tahu bahwa aksi ini ditunggangi oleh oknum politik dengan iming-iming sembako,” ujarnya.
Kabar bahwa aksi 17 September berpotensi mengganggu layanan transportasi online juga dibantah. “Order tetap jalan, aplikasi tetap buka, jadi tidak akan ada gangguan berarti di lapangan,” katanya.
Baca juga: Kumpul Bareng Driver Ojol, Habib Jafar: Jangan Mau Diprovokasi
Hingga saat ini Indonesia memiliki jutaan mitra pengemudi ojol yang tersebar di berbagai kota. Dalam beberapa tahun terakhir, kelompok pengemudi sempat beberapa kali melakukan aksi unjuk rasa, terutama menyoal skema insentif, tarif, dan potongan komisi dari aplikasi. Namun, menurut komunitas driver yang ditemui, dinamika kali ini berbeda.
“Banyak tuntutan yang tidak masuk akal, seperti potongan 10 persen. Justru sebagian besar pengemudi menilai potongan 20 persen masih memberi benefit. Ada layanan balik yang kami rasakan,” ujarnya.
Sejumlah komunitas juga menyoroti penggunaan nama almarhum Affan dalam tuntutan aksi. “Keluarga sudah secara tegas menyatakan tidak ingin nama almarhum dibawa ke ranah politik jalanan. Itu bentuk pemanfaatan saja. Aksi ini jelas dipolitisasi dan tidak mencerminkan kepentingan ojol,” tambah Michael.
Isu penunggangan politik dalam aksi pengemudi ojol bukan hal baru. Seperti diketahui, beberapa kali aksi driver di jalan raya mendapat perhatian partai politik atau kelompok kepentingan yang ingin mengambil momentum elektoral. Namun, berbeda dengan tahun-tahun sebelumnya, saat ini mayoritas pengemudi tampak lebih berhati-hati dan memilih jalur dialog.
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(ASM)