Sejarah Istana Merdeka dan Istana Bogor yang Dibilang Jokowi 'Bau Kolonial'

Jakarta: Publik baru-baru ini dikejutkan dengan pernyataan Presiden Joko Widodo yang menyebut 2 istana nasional kebanggaan bangsa Indonesia, Istana Merdeka dan Istana Bogor, dengan cap 'bau kolonial'. “Saya hanya ingin menyampaikan bahwa itu sekali lagi Belanda, bekas gubernur Belanda dan sudah kita tempati 79 tahun,” ujar Jokowi dalam pengarahan kepada kepala daerah IKN, Selasa, 13 Minggu 2024. Tapi, apakah pernyataan Jokowi berdasar atau sekadar 'mempromosikan' Ibu Kota Negara (IKN) Nusantara yang bakal mulai diramaikan? Sebelum Sobat Medcom buru-buru mencap negatif atau positif pernyataan Kepala Negara, yuk simak sejarah singkat Istana Jakarta Merdeka dan Istana Bogor!   Sejarah Istana Merdeka Istana merdeka terletak di Jalan Merdeka Utara dan menghadap ke Taman Monumen Nasional. Istana ini mulai dibangun pada 1873 dan baru rampung pada 1879 oleh arsitek Drossares. Istana ini dibangun karena bangunan yang sekarang kita sebut “Istana Merdeka” dianggap tidak memenuhi syarat keperluan. Pada awal terbentuknya, bangunan ini disebut dengan nama Istana Gambir. Berdasarkan Kementerian Sekretariat Negara RI,  tercatat 22 pemimpin telah mendiami Istana Merdeka. Rinciannya, 15 Gubernur Jenderal Hindia-Belanda, 3 Saiko Syikikan (Panglima Tertinggi Tentara XVI Jepang di Jawa), dan 4 Presiden RI. Istana ini menjadi saksi penandatanganan naskah pengakuan kedaulatan Republik Indonesia Serikat oleh Pemerintah Belanda pada 27 Desember 1949. Indonesia saat itu diwakili Sri Sultan Hamengkubuwono IX. Keesokan harinya, Presiden pertama RI Soekarno beserta keluarga tiba dari Yogyakarta. Bangunan ini yang sebelumnya dihuni Gubernur Jenderal Hubertus J Van Mook hingga 1948 dan kemudian Wakil Tinggi Mahkota LMJ Beel. Selain Soekarno, pemimpin RI yang tinggal di Istana ini ialah Presiden Abdurrahman Wahid, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, dan Presiden Joko Widodo. Istana Merdeka. Dok: Biro Pers Setpres   Sejarah Istana Bogor Istana Kepresidenan Bogor bermula dari pencarian orang-orang Belanda, termasuk Gubernur Jenderal GW Baron van Imhoff, yang mencari tempat peristirahatan di luar Batavia. Van Imhoff menemukan Kampong Baroe pada 10 Agustus 1744 dan mulai membangun pesanggrahan bernama Buitenzorg pada tahun 1745. Namun, bangunan tersebut tak selesai hingga masa jabatannya berakhir. Istana mengalami rusak berat selama pemberontakan Perang Banten (1750-1754) dan diperbaiki penggantinya. Selama masa pemerintahan Hindia-Belanda, beberapa Gubernur Jenderal melakukan perombakan dan perluasan bangunan. Termasuk penambahan menara dan pembentukan Kebun Raya di sekitarnya pada 1817. Gempa bumi pada 10 Oktober 1834 merusak Istana. Kemudian, Istana dibangun ulang pada masa Gubernur Jenderal Albertus Yacob Duijmayer van Twist (1851-1856) dengan arsitektur Eropa abad IX. Bangunan baru diresmikan Gubernur Jenderal Charles Ferdinand Pahud de Montager (1856-1861). Pada 1870, Istana Buitenzorg ditetapkan sebagai kediaman resmi Gubernur Jenderal Belanda. Istana Bogor. Dok: Biro Pers Setpres Setelah Perang Dunia II dan kemerdekaan Indonesia, Istana ini diduduki Barisan Keamanan Rakyat. Namun, Istana Buitenzorh direbut tentara Ghurka. Akhirnya, Istana Buitenzorg diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia pada akhir 1949 dan mulai digunakan pada Januari 1950. Nama kompleks ini beberapa diganti hingga ahirnya disebut Istana Kepresidenan Bogor seperti yang dikenal saat ini. Melihat sejarah kedua Istana tersebut, kita bisa melihat kedua istana tersebut memiliki latar belakang kolonial seperti yang Jokowi katakan. Namun, kedua Istana ini tak bisa dibantah menjadi saksi bisu perjuangan bangsa Indonesia meraih kemerdekaan. Warisan Belanda atau bukan, kedua istana ini monumen bersejarah kebanggaan bangsa Indonesia.