Ilustrasi. Medcom.id
Ilustrasi. Medcom.id

BMKG: Fenomena Suhu Perkotaan yang Kian Panas Harus Dimitigasi

Indriyani Astuti • 28 Juni 2024 11:19
Jakarta: Badan Meteorologi, Klimatologi, dan Geofisika (BMKG) mengatakan fenomena meningkatnya suhu pada wilayah perkotaan yang dikenal sebagai Urban Heat Island (UHI) perlu dimitigasi. Efek UHI dinilai relatif cukup kuat dirasakan dalam kurun waktu 30 tahun.
 
"UHI ini harus kita mitigasi bersama. Perlu kesadaran dan aksi nyata untuk menghadapi UHI ini," kata Kepala BMKG Dwikorita Karnawati, Jumat, 28 Juni 2024.
 
Dwikorita menerangkan peningkatan suhu yang terkait dengan fenomena UHI perkotaan bervariasi tergantung pada tutupan lahan. Perubahan tutupan lahan yang menjadi lahan terbangun menurutnya memperparah terjadinya UHI. Fenomena itu dipicu oleh beberapa faktor di antaranya struktur geometris kota yang rumit, sedikitnya vegetasi, hingga efek rumah kaca.

Sejumlah kota besar di Indonesia seperti Jabodetabek, Medan, Surabaya, Makassar, dan Bandung, lanjut Dwikorita, termasuk dalam 20 persen kota dengan nilai Land Surface Temperature (LST) terbesar. Permukaan yang kedap air dan lebih sedikit vegetasi akan menambah efek dari UHI tersebut.
 
Mengutip Badan Meteorologi Dunia (WMO), Dwikorita menuturkan 2023 tercatat sebagai tahun terpanas sepanjang pengamatan instrumental. Anomali suhu rata-rata global mencapai 1,45 derajat Celcius di atas zaman pra industri. 
 
Baca juga: Bahas Penguatan Ambisi Iklim, Menteri LHK Bertemu Penasehat Senior Presiden AS

Angka ini, kata Dwikorita, nyaris menyentuh batas yang disepakati dalam Perjanjian Paris tahun 2015. Dalam perjanjian tersebut, negara-negara di dunia sepakat untuk berupaya menahan laju pemanasan global pada angka 1,5 derajat Celcius. Namun, pada 2023, terjadi rekor suhu global harian baru dan bencana gelombang panas (heat wave) ekstrem yang melanda berbagai kawasan di Asia dan Eropa.
 
"Rekor iklim yang terjadi di tahun 2023 bukanlah kejadian acak atau kebetulan, melainkan tanda-tanda jelas dari pola yang lebih besar dan lebih mengkhawatirkan yaitu perubahan iklim yang semakin nyata," tuturnya.
 
Menurutnya, mitigasi dari dampak perubahan iklim dan pemanasan global harus dilakukan secara bersama-sama melibatkan seluruh komponen masyarakat, tidak hanya pemerintah. Namun, juga sektor swasta, akademisi, media, dan lain sebagainya termasuk anak-anak muda.
 
Dwikorita menjelaskan hal yang dilakukan BMKG yakni monitoring secara sistematis dan berkesinambungan agar analisis untuk prediksi dan proyeksi puluhan hingga seratus tahun ke depan dapat dihasilkan secara tepat.
 
"Tanpa data, analisis tidak dapat dilakukan. Kita membutuhkan data sebagai verifikasi atau asimilasi untuk membantu tugas BMKG dalam adaptasi dan mitigasi perubahan iklim. Supaya tidak salah langkah, maka harus berbasis data, termasuk dalam memitigasi UHI ini," tegasnya.
 
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(AGA)


TERKAIT

BERITA LAINNYA

FOLLOW US

Ikuti media sosial medcom.id dan dapatkan berbagai keuntungan