medcom.id, Jakarta: Efek negatif media sosial membutuhkan keseriusan semua pihak untuk meningkatkan literasi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, kasus kejahatan berbasis cyber (cyber crime) yang melibatkan anak-anak mencapai 414 kasus sepanjang 2016.
Kejahatan berbasis cyber menduduki posisi ketiga dalam kasus yg diadukan ke KPAI. Kasus yang paling banyak diadukan adalah anak berhadapan dengan hukum (ABH), kemudian disusul kasus keluarga dan pengasuhan alternatif.
Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, angka tersebut membuktikan ada potensi kerentanan anak dalam mengakses internet tanpa pengawasan orang tua. "Penting membangun kesadaran masyarakat untuk menggerakkan literasi media dan penggunaan media cyber," kata dia di Kantor KPAI, Jakarta, Kamis (22/12/2016).
Asrorun mengimbau, orang tua dapat mengimbangi perkembangan teknologi dengan membangun kesadaran anak menggunakan ponsel pintar. Jika kesadaran anak sudah terbangun, akses berbahaya di dunia cyber bisa dihindarkan.
"KPAI juga mendorong Kominfo untuk memastikan daya jangkau dan kapasitas dalam memblock dan menutup situs yang tidak ramah anak, baik konten kekerasan, pornografi, hate speech, maupun terorisme," tegasnya.
Selain itu, lanjut Asrorun, perlu adanya pendekatan penindakan hukum untuk shock therapy kepada pihak yang menjadikan sosial media tidak layak bagi anak. Terlebih, jika melakukan kejahatan dengan menjadikan anak sebagai korban.
"Contohnya kasus LGBT anak di Bogor yang mengagetkan kita semua. Perlu dilakukan pemberatan hukuman agar pelaku jera dan orang lain berpikir seribu kali untuk tindak mencontoh," pungkasnya.
(Baca: 3.581 Aduan Pelanggaran Hak Anak Sepanjang 2016)
medcom.id, Jakarta: Efek negatif media sosial membutuhkan keseriusan semua pihak untuk meningkatkan literasi. Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) mencatat, kasus kejahatan berbasis
cyber (cyber crime) yang melibatkan anak-anak mencapai 414 kasus sepanjang 2016.
Kejahatan berbasis
cyber menduduki posisi ketiga dalam kasus yg diadukan ke KPAI. Kasus yang paling banyak diadukan adalah anak berhadapan dengan hukum (ABH), kemudian disusul kasus keluarga dan pengasuhan alternatif.
Ketua KPAI Asrorun Niam Sholeh mengatakan, angka tersebut membuktikan ada potensi kerentanan anak dalam mengakses internet tanpa pengawasan orang tua. "Penting membangun kesadaran masyarakat untuk menggerakkan literasi media dan penggunaan media
cyber," kata dia di Kantor KPAI, Jakarta, Kamis (22/12/2016).
Asrorun mengimbau, orang tua dapat mengimbangi perkembangan teknologi dengan membangun kesadaran anak menggunakan ponsel pintar. Jika kesadaran anak sudah terbangun, akses berbahaya di dunia
cyber bisa dihindarkan.
"KPAI juga mendorong Kominfo untuk memastikan daya jangkau dan kapasitas dalam mem
block dan menutup situs yang tidak ramah anak, baik konten kekerasan, pornografi,
hate speech, maupun terorisme," tegasnya.
Selain itu, lanjut Asrorun, perlu adanya pendekatan penindakan hukum untuk
shock therapy kepada pihak yang menjadikan sosial media tidak layak bagi anak. Terlebih, jika melakukan kejahatan dengan menjadikan anak sebagai korban.
"Contohnya kasus LGBT anak di Bogor yang mengagetkan kita semua. Perlu dilakukan pemberatan hukuman agar pelaku jera dan orang lain berpikir seribu kali untuk tindak mencontoh," pungkasnya.
(Baca: 3.581 Aduan Pelanggaran Hak Anak Sepanjang 2016) Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(NIN)