medcom.id, Jakarta: Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Andrianto menyatakan masyarakat mulai menyikapi fenomena astronomi gerhana matahari total (GMT) secara berbeda. Ia menyimpulkan pascamunculnya GMT yang disaksikan belasan ribu masyarakat di Planetarium, Rabu 9 Maret.
"Dari peristiwa ini ternyata kita bisa menyimpulkan, masyarakat kita semakin dewasa. Peristiwa Gerhana matahari ini merupakan fenomena alam yang indah," kata Sopan di Kantor Planetarium dan Observatorium Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (9/3/2016)
Menurutnya, warga Jakarta tidak lagi beranggapan GMT sama seperti peristiwa gerhana pada 11 Maret 1983 yang membuat warga takut dan enggan melihat fenomena ini. Warga, kata dia, bisa menyaksikan secara langsung menggunakan kacamata gerhana maupun melalui teropong.
"Ini ditunjukkan dengan animo yang besar hari ini, warga berbondong-bondong menyaksikan di Planetarium ini," kata dia.
Sopan menuturkan, minat warga menyaksikan GMT di luar perkiraannya. Bahkan, 4.700 kacamata gerhana yang dibagikan secara gratis tidak cukup memenuhi keinginan warga yang sejak dini hari mengantre.
"4.700 kacamata yang sudah disediakan habis. Kita prediksi pengunjung diatas 4 ribu. Prediksi maksimal 5 ribu pengunjung yang hadir. Itu prediksinya, tapi ternyata yang datang lebih banyak," kata dia.
Animo masyarakat terhadap fenomena alam yang hanya terjadi 350 tahun sekali ini tak hanya terjadi di Jakarta. GMT bisa langsung dilihat warga di 12 provinsi di Indonesia, yakni Sumatera Barat (Pulau Pagai Selatan), Sumatra Selatan (Palembang), Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung (Tanjung Pandan), Kalimantan Tengah ( Palangkaraya ), Kalimantan Timur (Balikpapan), Kalimantan Barat , Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah (Palu, Poso, Luwu), Maluku Utara (Ternate dan Maba).
medcom.id, Jakarta: Kepala Dinas Pendidikan DKI Jakarta Sopan Andrianto menyatakan masyarakat mulai menyikapi fenomena astronomi gerhana matahari total (GMT) secara berbeda. Ia menyimpulkan pascamunculnya GMT yang disaksikan belasan ribu masyarakat di Planetarium, Rabu 9 Maret.
"Dari peristiwa ini ternyata kita bisa menyimpulkan, masyarakat kita semakin dewasa. Peristiwa Gerhana matahari ini merupakan fenomena alam yang indah," kata Sopan di Kantor Planetarium dan Observatorium Dinas Pendidikan DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Rabu (9/3/2016)
Menurutnya, warga Jakarta tidak lagi beranggapan GMT sama seperti peristiwa gerhana pada 11 Maret 1983 yang membuat warga takut dan enggan melihat fenomena ini. Warga, kata dia, bisa menyaksikan secara langsung menggunakan kacamata gerhana maupun melalui teropong.
"Ini ditunjukkan dengan animo yang besar hari ini, warga berbondong-bondong menyaksikan di Planetarium ini," kata dia.
Sopan menuturkan, minat warga menyaksikan GMT di luar perkiraannya. Bahkan, 4.700 kacamata gerhana yang dibagikan secara gratis tidak cukup memenuhi keinginan warga yang sejak dini hari mengantre.
"4.700 kacamata yang sudah disediakan habis. Kita prediksi pengunjung diatas 4 ribu. Prediksi maksimal 5 ribu pengunjung yang hadir. Itu prediksinya, tapi ternyata yang datang lebih banyak," kata dia.
Animo masyarakat terhadap fenomena alam yang hanya terjadi 350 tahun sekali ini tak hanya terjadi di Jakarta. GMT bisa langsung dilihat warga di 12 provinsi di Indonesia, yakni Sumatera Barat (Pulau Pagai Selatan), Sumatra Selatan (Palembang), Jambi, Bengkulu, Bangka Belitung (Tanjung Pandan), Kalimantan Tengah ( Palangkaraya ), Kalimantan Timur (Balikpapan), Kalimantan Barat , Kalimantan Selatan, Sulawesi Barat, Sulawesi Tengah (Palu, Poso, Luwu), Maluku Utara (Ternate dan Maba).
Cek Berita dan Artikel yang lain di
Google News
(OJE)
